Melakukan manajemen stok obat di puskesmas secara efisien merupakan perihal nan penting. Karena, pelayanan farmasi adalah salah satu komponen penunjang nan krusial pada puskesmas. Menurut dinas kesehatan di Kota Lampung menyatakan bahwa sekitar 90% pelayanan kesehatan pada puskesmas memanfaatkan bagian farmasi seperti obat-obatan, bahan radiologi, bahan kimia, bahan perangkat kesehatan, gas medik, dan perangkat kedokteran. Selain itu, Landry dan Philippe menyatakan bahwa puskesmas dapat menghemat sekitar 48% biaya nan dikeluarkan pada pelayanan farmasi ketika melakukan manajemen stok obat nan lebih baik. Sehingga bakal menjadi masalah ketika suatu puskesmas tidak bisa menjalakan manajemen stok obat secara efisien. Untuk mewujudkan perihal tersebut, kita perlu mengetahui apa saja tahap-tahap nan kudu dilakukan pada manajemen stok obat di puskesmas. Tahap perencanaan adalah serangkaian kegiatan untuk memilih obat dan bahan lenyap pakai nan bakal dibutuhkan di masa mendatang dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas. Nantinya pihak puskesmas bakal diminta untuk membikin info pemakaian Obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) nan bakal diserahkan kepada Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota terkait. Kemudian, pihak Instalasi Farmasi tingkat Kabupaten/ Kota bakal mengumpulkan data-data tersebut dan menganalisa mengenai kebutuhan obat di wilayah mengenai serta melakukan penyesuaian anggaran. Pada saat melakukan perencanaan, diperlukan koordinasi dan keterpaduan dari pihak nan berkepentingan seperti dokter puskesmas, pemangku program kesehatan, dan bagian perencanaan di Dinas Kesehatan. Adanya koordinasi dalam merencanakan obat untuk mengurangi resiko adanya selisih antara jumlah kebutuhan dan anggaran obat. Tahap perencanaan berkedudukan krusial pada kesiapan obat. Ketika kandas melakukan perencanaan obat. Nantinya ketika obat nan mengenai sedang dibutuhkan tidak tersedia dapat menghalang proses pelayanan. Tahap selanjutnya adalah tahap pengadaan obat. Frekuensi pengadaan obat dilakukan satu kali dalam setahun. Pengadaan obat dilaksanaan dengan metode epurchasing dengan e-catalogue , e-tendering dan pengadaan langsung ketika dengan e-catalogue tidak menyediakan obat nan dibutuhkan. Pada tahap penerimaan obat petugas kefarmasian menerima obat dan bahan lenyap pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai dengan permintaan nan telah diajukan. Kemudian petugas juga wajib melakukan pengecekan terhadap sediaan farmasi dan bahan medis lenyap pakai nan diterima mencakup jumlah, kemasan, jenis dan jumlah sediaan farmasi, corak sediaan farmasi untuk memastikan bahwa semuanya sesuai dengan nan ditulis pada tahap perencanaan. Apabila terdapat obat nan tidak sesuai alias rusak, maka petugas penyimpanan obat langsung menunjukkan Dinas Kesehatan. Pada tahap ini petugas melakukan pengaturan terhadap obat nan diterima serta memastikan dalam kondisi aman, terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin sesuai dengan persyaratan nan ditetapkan. Petugas menyusun dan mengklasifikasikan obat nan disimpan berdasarkan, bentuk sediaan, suhu penyimpanan obat, kestabilan kondisi obat, serta menerapkan sistem FEFO dan FIFO. Baca Juga : Standar Akreditasi Puskesmas untuk Mutu Pelayanan Kesehatan Tahap pendistribusian dilakukan oleh petugas penyimpanan obat. Pada tahap ini petugas menyalurkan kebutuhan obat pada masing-masing sub unit. Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain) dapat dilakukan dengan langkah pemberian obat sesuai dengan nan diresepkan (floor stock), pemberian obat per sekali minum (dispensing dosis unit) alias kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan Puskesmas dilakukan dengan langkah penyerahan obat sesuai dengan kebutuhan (floor stock). Pada tahap ini petugas penyimpanan obat melakukan pencatatan pada kartu stok dan melakukan stock opname. Kegiatan stock opname dapat dilakukan setiap sebulan sekali pada minggu ketiga tergantung kebijakan masing-masing. Kegiatan tersebut bermaksud untuk memeriksa kesesuaian jumlah fisik obat digudang dengan info jumlah obat nan ada di sistem. Sebelum petugas melakukan tahap ini, petugas kudu memisahkan dan menandai obat-obat kadaluwarsa alias rusak. Kemudian petugas bakal mencatat obat-obat nan kadaluwarsa alias rusak, dan bakal dibuat buletin acaranya. Lalu petugas bakal mengusulkan untuk pemusnahan obat-obat kadaluwarsa alias rusak kepada kepala puskesmas jika disetujui maka petugas toko obat bakal membikin buletin aktivitas pengembalian obat kadaluwarsa alias rusak ke Gudang Farmasi. Petugas melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala dengan tujuan untuk mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan obat. Serta melakukan perbaikan secara terus-menerus dalam pengelolaan obat agar tercipta manajemen stok obat nan efisien. Baca Juga : Memahami Permenkes Tentang Puskesmas Seperti nan dapat dilihat bahwa proses penyelenggaraan manajemen stok obat melalui proses nan sangat panjang. Sehingga, dalam pelaksanaannya memungkinkan adanya masalah apalagi ketika menjalankan proses-proses diatas tetap dilakukan secara manual. Kemungkinan masalah nan dapat terjadi adalah proses identifikasi kebutuhan tidak sah alias tidak akurat. Serta, kandas dalam menentukan supplier nan tepat. Maka dari dibutuhkan sistem farmasi nan mumpuni serta terintegrasi dengan sub-sub unit lainnya nan ada di Puskesmas. SIMPUS Online dari Trustmedis dapat membantu melakukan manajemen stok obat menjadi lebih efisien. Dikarenakan, modul-modul nan tersedia di Trustmedis sudah terintegrasi dan info nan tersedia dalam sistem dapat dipantau secara real-time. Sehingga 8 tahap nan sudah dijelaskan diatas, mulai dari tahap perencanaan obat hingga tahap monitoring dapat dilakukan dengan sistem Trustmedis secara berkesinambungan. Tidak hanya menjadi lebih efisien namun melakukan manajemen stok obat dengan sistem Trustmedis dapat mengurangi adanya error alias ketidaksesuaian selama proses manajemen stok obat. Berikut adalah overview sebagian fitur-fitur nan dapat membantu melakukan manajemen stok obat di puskesmas. Dapat dilihat bahwa Trustmedis mempunyai fitur nan komplit nan dapat membantu Puskesmas melakukan manajemen stok obat dengan lebih baik dan efisien. Segera ajukan demo cuma-cuma sekarang dan dapatkan akses coba cuma-cuma apilkasi kami dengan fitur terlengkap selama 14 hari. KLIK LINK DIBAWAH INI References : Bakri, N. F., Chelsea V.B.N. Mebri, dan Krisna Dewi. 2021. Manajemen Pengelolaan Obat di Puskesmas Hebeybhulu Yoka Di Kota Jayapura Nigel. A., et. al.. 2021. Optimizing Drug Inventory Management with A Web-Based Information System: The TBTC Study 31/ACTG A5349 Experience. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2014 TENTANG PENGADAAN OBAT BERDASARKAN KATALOG ELEKTRONIK (E-CATALOGUE). Samira Saedi, O. Erhun Kundakcioglu, Andrea C. Henry. 2015. Mitigating the Impact of Drug Shortages for a Healthcare Facility: An Inventory Management Approach.8 Tahap Manajemen Stok Obat di Puskesmas
1. Tahap Perencanaan Obat di Puskesmas
2. Tahap Pengadaan Obat di Puskesmas
3. Tahap Penerimaan Obat di Puskesmas
4. Tahap Penyimpanan Obat di Puskesmas
5. Tahap Pendistribusian
6. Tahap Pencatatan dan Pelaporan
7. Tahap Pemusnahan dan Penarikan
8. Tahap Monitoring dan Evaluasi
SIMPUS Online dari Trustmedis Sistem nan Terintegrasi Antar Modulnya