Hukum Keluar Mani Saat Puasa

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

- Artikel berikut bakal membahas tentang norma keluar mani saat puasa. Sebagian besar dari kita tentu sudah tahu bahwa keluar mani terbagi menjadi dua macam. Pertama dikehendaki alias diusahakan untuk keluar. Kedua, tidak dikehendaki alias tidak diusahakan.

Jika keluarnya mani diusahakan dan dikehendaki, seperti onani, masturbasi maka membatalkan puasa secara mutlak, baik dilakukan sendiri, istri alias orang lain, baik langsung alias tidak langsung. 

Berbeda jika sementara keluarnya mani tanpa diupayakan dan tanpa dikehendaki seperti melalui sentuhan, melihat, mengkhayal nan dimaksudkan bukan untuk mengeluarkan mani dan bermimpi maka hukumnya dirinci. 

Pertama, jika menyentuh barang alias orang nan secara hatikecil seks tidak disyahwati, maka tidak membatalkan puasa, baik bersyahwat alias tidak. Kedua, jika menyentuh barang alias orang nan secara hatikecil seks disyahwati maka di tafshil (dirinci) lagi.

Dalam perihal ini, jika mahramnya sendiri, maka membatalkan puasa jika disertai syahwat dan menyentuh langsung (tanpa ha’il/penghalang). Jika tidak bersyahwat alias tidak menyentuh langsung maka tidak membatalkan puasa. Kemudian, jika bukan mahramnya, maka membatalkan puasa jika menyentuh langsung (tanpa ha’il), baik bersyahwat ataupun tidak. Jika menyentuh tidak langsung dan tidak bersyahwat maka tidak membatalkan puasa.

Selanjutnya, jika keluar mani disebabkan memandang alias mengkhayal (seperti membaca buku, memandang gambar, video porno, dan sejenisnya) maka tidak membatalkan puasa, jika tidak terbiasa keluar mani (inzal). 

Sebaliknya, jika terbiasa keluar mani dengan perihal tersebut, maka membatalkan. Sama halnya, jika pada saat mengkhayal merasakan bakal keluar mani lampau khayalannya diteruskan, maka membatalkan. Berbeda dengan keluar mani nan disebabkan mimpi, maka ustadz sepakat tidak membatalkan puasa.

Dalam kitab Nihayah al-Zain dijelaskan;

(وَاسْتِمْنَاءُ) أَي طَلَبُ خُرُوجِ الْمَنِي وَهُوَ مُبْطِلُ للصَّوْمِ مُطلَقًا سَوَاءٌ كَانَ بِيَدِهِ أَوْ بِيَدِ حَلِيْلَتِهِ أَو غَيْرِهِمَا بِحَائِلٍ أَو لَا بِشَهْوَةٍ أَو لَا أَمَّا إِذا كَانَ الْإِنْزَالُ مِنْ غَيْرِ طَلَبِ خُرُوجِ الْمَنِي فَتَارَةً يَكُوْنُ بِمُبَاشَرَةٍ مَا تَشْتَهِيْهِ الطَّبَاعُ السَليمَةُ أَو لَا فَإِن كَانَ لَا تَشْتَهِيْهِ الطِبَاعُ السَليمَةُ كالأَمْرَدِ الْجَمِيلِ والعُضْوِ المُبَانِ فَلَا فطر بالإِنْزَالِ مُطْلَقًا سَوَاءٌ كَانَ بِشَهْوَة أَو لَا بِحَائِل أَو لَا وَإِن كَانَ تَشْتَهِيْهِ الطَّبَاعُ السَّلِيْمَةُ فَتَارَةً يَكُوْنُ مِنْ مَحَارِمِهِ وَتَارَة لَا فَإِن كَانَ مِنَ الْمَحَارِمِ وَكَانَ بِشَهْوَةٍ وَبِدُوْنِ حَائِلٍ أَفْطَرَ وَإِلَّا فَلَا وَإِن لَّمْ يَكُنْ مِنَ الْمَحَارِمِ وان كَانَ بِدُونِ حائلٍ أَفْطَرَ سَوَاءٌ كَانَ بِشَهْوَةِ أَوْ لَا أَمَا وَإِنْ كَانَ بِحائِلٍ وَلَو رَقيقًا جدَّا فَلَا إفطار ولو بشهوة … إلى ان قال :

والمراد بالشهوة أَن يَقْصِدَ مُجردَ اللّذةِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَقْصِدَ خُرُوجَ الْمَنِي وَإِلَّا كَانَ اسْتِمْنَاهُ وَهُوَ مُفْطِرٌ مطلقًا كَمَا مَرَّ وَخَرَجَ بِالْمُبَاشِرَةِ النَّظْرُ وَالْفِكْرُ فَلَوْ نَظَرَ أَو تَفَكَّرَ فَأَمْنَى فَلَا فِطْرَ مَا لَمْ يَكُنْ مِنْ عَادَتِهِ الْإِنْزَالُ بِذَلِكَ وَإِلَّا أَفْطَرَ وَلَوْ أَحَسَّ بِانتِقَالِ الْمَنِي وَتَهَيْئهِ لِلْخرُوجِ بِسَبَبِ النَّطْرِ فَاسْتَدَامَهُ حَتَّى أَنْزِلَ أَفْطَرَ قطعًا وَلَا يَضُرُّ نُزُولُهُ فِي النَّوْمِ

Artinya: “Istimna’ (onani) ialah berupaya mengeluarkan air mani. Istimna’ dapat membatalkan puasa secara mutlak, baik dengan tangan sendiri, dengan istri ataupun dengan tangan orang lain; baik dengan penghalang (ha’il) ataupun secara langsung; baik bersyahwat ataupun tidak. Sedangkan inzal (keluarnya air mani) secara otomatis tanpa diusahakan untuk keluar mani maka disebabkan dua hal. Pertama, Ada Kalanya air mani keluar disebabkan bergesekan langsung dengan sesuatu nan dapat menimbulkan syahwat secara akal. Kedua, adakalanya bergesekan langsung dengan sesuatu nan secara logika sehat semestinya tidak membangkitkan syahwat.”

“Jika nan disentuh adalah secara logika sehat semestinya tidak dapat membangkitkan syahwat, seperti menyentuh anak laki-laki nan berparas cantik/tampan (layaknya perempuan) alias personil badan nan terpisah, maka inzal lantaran menyentuh perihal tersebut adalah tidak membatalkan puasa secara mutlak, baik nan menyentuh bersyahwat maupun tidak, menggunakan penghalang (ha’il) alias tidak. 

Sedangkan jika nan disentuh adalah secara logika sehat memang dapat membangkitkan syahwat maka ada dua ketentuan, ialah bisa dengan mahram alias orang lain. Jika nan disentuh adalah mahramnya dan bersyahwat serta disentuh tanpa penghalang maka puasa batal. 

Namun, jika tidak bersyahwat maka tidak batal. Jika nan disentuh langsung adalah bukan mahram maka puasa batal, baik ada syahwat ataupun tidak. Jika menyentuh dengan menggunakan penghalang, sekalipun tipis maka tidak membatalkan puasa sekalipun dibarengi syahwat… dan seterusnya. Sampai pengarang kitab menyatakan:”

“Yang dimaksud dengan ‘bersyahwat’ adalah semata-mata bermaksud untuk merasakan kenikmatan seraya mengusahakan mani agar keluar. Jika tidak bermaksud untuk merasakan nikmat dan hanya mengusahakan mani agar keluar maka disebut istimna’ (onani). Inilah nan dapat membatalkan puasa secara mutlak. Sedangkan jika hanya memandang dan membayangkan, lampau keluar mani maka tidak batal selama itu bukan kebiasaan.

Tapi jika sudah kebiasaan maka batal. Jika seorang nan berpuasa merasakan perpindahan air mani dan dia menduga bakal keluar karena memandang lampau dia meneruskannya hingga air mani keluar maka puasanya batal secara mutlak. Air mani nan keluar ketika tidur adalah tidak membatalkan puasa.”

Demikian penjelasan mengenai norma keluar mani saat puasa. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bishawab. [Baca juga: Keluar Mani Saat Puasa Sebab Menonton Tiktok, Batalkah?]

Selengkapnya
Sumber Info Seputar Islam bincangsyariah
Info Seputar Islam bincangsyariah