7 Cerita Abu Nawas yang Lucu Penuh Gelak Tawa untuk Anak, Ada Cerita Menjual Matahari

Sedang Trending 8 bulan yang lalu

Bunda, siapa nan tidak kenal dengan sosok Abu Nawas? Kisah Abu Nawas sangat terkenal dan sudah tersebar ke seluruh penjuru dunia.

Abu Nawas dalam cerita-cerita dongeng merupakan tokoh fiksi nan terinspirasi dari seorang penyair dan mahir sastra terkenal berjulukan Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Ia dikenal lantaran kecerdasan, humor, dan kejenakaannya nan luar biasa. 

Kisah-kisah dongeng tentang Abu Nawas seringkali mengangkat cerita kehidupan sehari-hari nan dibumbui dengan fiksi sehingga lebih menarik dan mengandung banyak pesan moral untuk pembaca. Nilai-nilai moral dalam setiap kisah Abu Nawas ini dapat Bunda ajarkan pada Si Kecil.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Yuk, Bunda, ajak Si Kecil untuk menyelami bumi dengan penuh tawa dan kepintaran berdampingan 7 kisah kocak Abu Nawas nan paling terkenal berikut ini. 

1. Kisah Abu Nawas mencari neraka di siang hari

Ketika beranjak dewasa Abu Nawas membantu sang om bekerja sebagai pembuat minyak wangi. Seusai bekerja, dia sering pergi ke masjid untuk belajar beragam pengetahuan kepercayaan dan pengetahuan lain, seperti syair, fikih, dan pengetahuan hadis. Abu Nawas terkenal sebagai siswa nan pandai dan antusias dalam mempelajari beragam pengetahuan pengetahuan.

Suatu hari, Abu Nawas berjumpa dengan Abu Usamah nan merupakan mahir sastra sekaligus pujangga terkenal. Ia sangat terkesima dengan skill Abu Nawas membikin syair hingga diajarkan beragam pengetahuan mengenai syair. 

Dikenal sebagai sosok nan jenaka dan cerdas, banyak kisah menarik mengenai Abu Nawas, salah satunya ketika dia bersikeras mencari neraka. Kala itu, Abu Nawas merupakan seorang staf mahir dari Khalifah Harun Al-Rasyid.

Pada suatu siang, Abu Nawas membawa lampu minyak dan menggoyangkannya sembari berhujung pada setiap perspektif rumah. Setelahnya, dia kembali melangkah dengan lampu nan tetap dipegangnya.

Tingkah Abu Nawas menggegerkan penunggu Baghdad. Mereka heran, gimana bisa orang secerdas Abu Nawas melangkah di siang hari ketika sinar Matahari menyorot sembari membawa lampu?

"Abu Nawas mulai gila," kata salah seorang masyarakat Baghdad nan tengah memperhatikan Abu Nawas.

Walau begitu, Abu Nawas tidak peduli. Keesokan harinya dia melakukan perihal nan sama, hanya saja kali ini lebih pagi sembari tetap membawa lampu minyak. Tanpa bersuara, Abu Nawas menoleh ke kanan dan kiri.

Beberapa orang nan menyaksikan tingkah Abu Nawas lantas bertanya kepada Abu Nawas. Apa nan sebenarnya dia cari di siang hari dengan lampu di tangannya?

Abu Nawas silam menjawab, "Saya sedang mencari neraka,"

Dari situlah, para masyarakat mulai berpikiran bahwa Abu Nawas gila. Bahkan di hari ketiga dia tetap melakukan perihal nan sama dan membawa lampu minyak nan digoyang-goyangkan.

Warga Baghdad nan tidak sabar bakal perilaku Abu Nawas, lantas menangkapnya. Di Baghdad, ada sebuah undang-undang nan melarang orang gila berkeliaran.

Sejumlah musuh politik Harun Al-Rasyid justru ceria memandang Abu Nawas ditangkap. Mereka menganggap ketidakwarasan Abu Nawas bisa dijadikan sebagai senjata untuk menyudutkan wibawa sang khalifah.

Malu bukan main atas perilaku Abu Nawas, Khalifah Harun Al-Rasyid bertanya dengan nada tinggi,

"Abu Nawas, apa nan Anda lakukan dengan lampu minyak itu siang-siang?"

"Hamba mencari neraka, paduka nan mulia," jawab Abu Nawas lancar, tidak ada tanda-tanda bahwa dirinya gila.

"Kamu gila, Abu Nawas. Kamu gila!"

"Tidak paduka, merekalah nan gila,"

"Siapa mereka?"

Abu Nawas kemudian meminta orang-orang nan tadi menangkap dan menggiringnya menuju istana untuk dikumpulkan. Setelah berkumpul di depan istana, Abu Nawas didampingi khalifah Harun mendatangi mereka.

"Wahai kalian orang nan mengaku waras, apakah kalian selama ini menganggap orang lain nan berbeda pikiran dan berbeda pilihan dengan kalian adalah munafik?" tanya Abu Nawas.

"Benar!" jawab orang-orang itu nan berjumlah ribuan.

"Apakah kalian juga nan menyatakan para munafik itu sesat?"

"Betul, dasar sesat!"

"Jika mereka munafik dan sesat, apa konsekuensinya?"

"Orang munafik pasti mereka masuk neraka! Dasar munafik, kamu!"

Mendengar itu, Abu Nawas kembali menimpali, "Baik, jika saya munafik, sesat, dan masuk neraka, di mana neraka nan kalian maksud? Punya siapa neraka itu?"

Saat berbincang demikian, Abu Nawas mengangkat tinggi-tinggi lampu di tangannya. Ini dilakukan seakan-akan dirinya sedang mencari sesuatu.

Jawaban Abu Nawas membikin orang-orang nan berada di depan khalifah Harun lenyap kesabaran. Mereka merasa diledek dengan mimik Abu Nawas.

"Hai Abu Nawas, tentu saja neraka ada di alambaka dan itu milik Allah. Kenapa Anda tanya?"

"Paduka minta maaf. Tolong sampaikan pada mereka, jika neraka ada di alambaka dan nan punya neraka adalah Allah, kenapa mereka di bumi ini doyan sekali menentukan orang lain masuk neraka?" tanya Abu Nawas.

"Apakah mereka asisten Allah nan tahu bocoran catatan Allah? Atau jangan-jangan merekalah nan gila?" lanjutnya.

Ucapan Abu Nawas membikin khalifah Harun Al-Rasyid tertawa. Sungguh jenaka sosok Abu Nawas di mata khalifah Harun, dia silam berbincang sembari tetap tergelak, "Abu Nawas, besok siang lanjutkan mencari neraka. Jika sudah ketemu, jebloskan orang-orang ini ke dalamnya,"

2. Kisah Abu Nawas kocak nan mau menjual matahari

Dikisahkan kala itu sejumlah masyarakat Baghdad berkumpul di depan istana Khalifah Harun Al-Rasyid. Sebagian berteriak dan meminta agar Abu Nawas ditangkap.

Dikisahkan dalam kitab Kisah Lucu Kecerdasan Abu Nawas susunan Sukma Hadi Wiyanto, kala itu sejumlah masyarakat Baghdad berkumpul di depan istana Khalifah Harun Al-Rasyid. Sebagian berteriak dan meminta agar Abu Nawas ditangkap.

Para masyarakat protes lantaran iklan raksasa milik Abu Nawas nan dipasang di depan rumahnya nan berbunyi, "Dijual Cepat: Matahari Baghdad, Siapa Cepat Dapat Bonus Anak Unta"

Penduduk lainnya merasa panik dan kasak-kusuk di depan istana. Mereka takut sekaligus bingung, jika Matahari Baghdad dijual maka gimana mereka bisa hidup?

"Abu Nawas Anda serius mau menjual Matahari?" tanya Khalifah Harun Al-Rasyid sembari mengawasi massa nan membludak di depan istananya.

"Benar baginda, agar kita bisa ikut langkah mereka menggunakan otak," jawab Abu Nawas.

"Maksudnya?" Khalifah kembali bertanya.

"Begini baginda, apakah baginda senang prasarana di Baghdad terbangun luar biasa di era baginda? Baginda bangga bisa menjadi teladan buat rakyat bahwa selama menjabat jadi khalifah baginda tidak korupsi? Baginda senang tidak mempertontonkan keserakahan dengan menguasai ratusan ribu hektar padang pasir, padahal baginda bisa melakukannya dengan kekuasaan nan sekarang baginda genggam?" beber Abu Nawas.

Khalifah Harun Al-Rasyid nan bingung lantas meminta Abu Nawas untuk menjelaskan maksud dari ucapannya.

"Abu Nawas, coba ke inti masalah!"

"Jika baginda turun dan tanya massa nan sekarang berdemonstrasi itu, ketahuilah bahwa mereka bakal menjawab buat apa bangun infrastruktur, prasarana tidak bisa dimakan! Jadi, jalan-jalan mulus nan baginda bangun selama ini, puluhan waduk nan baginda banggakan, lapangan terbang, rel kereta api di Korramabad, pasar-pasar di Kirkuk, itu semua percuma, tak bisa dimakan!" kata Abu Nawas menjelaskan.

Khalifah Harun Al-Rasyid terdiam.

"Baginda bangga tidak korupsi? Anak baginda jual pisang goreng? Itu malah membikin mereka marah dan cemburu. Buat mereka baginda mestinya korupsi agar mereka tak repot-repot lagi bikin rumor tak masuk akal, misalnya baginda keturunan Mongolia, baginda memusuhi ulama, baginda membiarkan partai Ba'ts nan sudah dilarang tumbuh lagi, wah pokoknya banyak baginda,"

"Lalu apa hubungannya dengan menjual Matahari?" tanya Khalifah Harun Al-Rasyid.

Abu Nawas kemudian menjelaskan apa nan dianggap Khalifah Harun sebagai prestasi nasional justru dianggap pemborosan dan membebani negara lantaran mereka terbiasa memandang prestasi nan ada di ruang gelap. Di ruang gelap, gadis elok tak terlihat, sebatang emas bisa dianggap besi.

"Tapi jika pun mata mereka tak memandang di ruang gelap, bukankah telinga mereka mendengar, hati mereka terbuka? Bagaimana mungkin mereka menuduhku memusuhi ustadz padahal wakilku sekarang adalah ustadz besar? Jika pun mereka tak suka aku, bukankah kepada mereka sekarang saya sodorkan ustadz nan dulu mereka klaim mereka bela? Mengapa sekarang mereka tinggalkan?"

Abu Nawas kemudian berkata, "Baginda, itulah enaknya memandang bumi di ruang gelap sembari terbalik. Kita bisa menikmati apa nan mereka nikmati selama ini. Baginda tidak capek berpikir rasional?"

Khalifah Harun Al-Rasyid kembali terdiam, Abu Nawas lanjut menjelaskan.

"Percayalah baginda, hanya dengan memandang segala sesuatu di kegelapan, baginda bakal mengerti kenapa selama ini mereka memandang prasarana megah, pemerataan pembangunan di wilayah tertinggal, semuanya sama sekali tidak berfaedah lantaran tak bisa dimakan. Mohon jangan katakan, 'infrastruktur memang tak bisa dimakan, tapi dengan prasarana kita semakin mudah cari makan,' itu langkah berpikir logis dan normal, paduka,"

Massa di depan istana semakin membludak. Khalifah Harun Al-Rasyid tetap diam, dia lantas memberi isyarat membenarkan ucapan Abu Nawas.

"Jadi, boleh saya menjual Matahari?"

Kisah ini menunjukkan Abu Nawas sebagai pribadi nan pandai dan peduli. Mimpi tak bakal nyata lantaran keajaiban, butuh keringat, kebulatan tekad dan kerja keras untuk mewujudkannya.

3. Cerita Abu Nawas nan menjual raja untuk dijadikan budak

Dikisahkan Abu Nawas telah ditinggal wafat ayahnya sejak kecil. Sang ibu membawanya ke sebuah kota di Irak lantaran argumen ekonomi.

Abu Nawas mini dititipkan kepada seseorang berjulukan Attar untuk melakukan pekerjaan nan bisa dilakukan anak kecil. Walau begitu, Attar memperlakukan Abu Nawas dengan baik, dia disekolahkan di sekolah A-Qur'an hingga menjadi seorang hafiz.

Suatu hari, dia berencana untuk menjual sang raja nan kala itu berjulukan Khalifah Harun ar-Rasyid. Akibat rencana tersebut lantas Abu Nawas menghadap Khalifah Harun ar-Rasyid seraya berkata,

"Ada sesuatu nan banget menarik nan bakal hamba sampaikan hanya kepada paduka nan mulia,"

Mendengar perihal itu, Khalifah tersebut menjawab dengan rasa penasaran,

"Apa itu wahai Abu Nawas?"

"Sesuatu nan hamba percaya tidak pernah terlintas di dalam logika paduka nan mulia,"

"Oke, jika begitu cepatlah ajak saya ke sana untuk menyaksikannya,"

Abu Nawas memang terkenal sebagai sosok nan selalu membikin orang penasaran bakal sesuatu. Karenanya, dia kembali berkata,

"Tapi baginda..."

"Tetapi apa?" Jawab sang raja nan sudah tidak sabar dengan apa nan bakal ditunjukkan oleh Abu Nawas.

"Oke, baginda. Jadi begini, baginda kudu menyamar sebagai rakyat biasa, agar orang-orang tidak banyak nan ikut menyaksikan peralatan ajaib itu,"

Sang raja nan sudah sangat penasaran lantas mengiyakan rekomendasi Abu Nawas. Ia bersedia menyamar sebagai seorang rakyat biasa dan keduanya pergi ke sebuah hutan.

Sesampainya di sana, Abu Nawas membujuk mendekat ke sebuah pohon nan rindang dan memohon kepada sang raja untuk menunggu di situ. Lalu, Abu Nawas menemui seorang Badui nan merupakan penjual budak, dia mengajaknya untuk memandang calon budak nan mau dijual namun Abu Nawas mengaku tak tega menjual budak di depan matanya langsung, dia mengaku budak tersebut merupakan temannya.

Setelah dilihat dari kejauhan, Badui tersebut merasa cocok dengan orang nan mau dijual Abu Nawas. Usai kesepakatan terjalin beserta kontrak, Abu Nawas mendapat beberapa keping duit mas.

Sang raja nan tidak tahu menahu terus menunggu Abu Nawas. Sayangnya, beliau justru tak kunjung menampakkan dirinya, malahan terdapat seorang penujal budak nan menghampiri raja.

"Siapa engkau?" tanya raja.

"Aku adalah tuanmu sekarang," ujar Badui tersebut nan menghampiri sang raja tanpa mengetahui bahwa nan ada di depannya sekarang merupakan seorang raja.

"Apa maksud perkataanmu tadi?" jawab sang raja dengan wajah nan memerah.

Dengan enteng, penjual budak itu mengeluarkan surat kuasa seraya menjawab, "Abu Nawas telah menjualmu kepadaku dan inilah surat kuasa nan baru dibuatnya,"

"Apa??? Abu Nawas menjual diriku kepadamu?"

"Yaaa!" jawab sang badui dengan nada membentak.

Merasa makin geram, sang raja lantas berkata, "Tahukah engkau siapa sebenarnya diriku ini?"

"Tidak. Itu tidak krusial dan tidak perlu," ujar sang Badui singkat. Ia kemudian menyeret bahu budak barunya ke belakang rumah.

Sesampainya di sana, Badui tersebut memberikan parang kepada Khalifah Harun ar-Rasyid dan memintanya untuk membelah serta memotong kayu. Melihat tumpukan kayu nan banyak, sang raja memandangnya dengan ngeri, apalagi ia kudu membelahnya.

Sayangnya, sang raja tidak bisa membelah kayu tersebut dengan baik. Malahan, dia menggunakan bagian parang nan tumpul ke arah tumpukan kayu.

Sang Badui kemudian memarahi Khalifah Harun ar-Rasyid. Dengan begitu, si raja membalik parangnya sehingga bagian nan tajam mengarah ke kayu dan berupaya membelahnnya.

Menurutnya, pekerjaan tersebut terasa aneh. Dalam hati dia bergumam, seperti inikah derita orang-orang miskin demi mencari sesuap nasi? Harus bekerja keras lebih dulu.

Badui tersebut kerap memandang Khalifah Harun ar-Rasyid dengan tatapan heran dan berujung marah. Dirinya merasa menyesal telah membeli seorang budak bodoh. Si raja silam berkata,

"Hei Badui! Semua ini sudah cukup, saya tidak tahan,"

Mendengar perihal itu, sang Badui semakin marah. Ia silam memukul raja seraya berkata,

"Kurang ajar kau budakku. Kau kudu berilmu kepadaku!"

Khalifah Harun ar-Rasyid nan tidak pernah disentuh oleh orang lain tiba-tiba menjerit keras akibat pukulan dengan kayu nan dilakukan oleh si Badui. Karena tidak kuat, dia silam berbincang sembari memperlihatkan tanda kerajaannya,

"Hai Badui! Aku adalah rajamu, Sultan Harun ar-Rasyid!"

Melihat perihal itu, sang Badui langsung menjatuhkan diri sembari menyembah sang raja nan lenyap dipukulnya. Walau begitu, sang raja mengampuninya lantaran si Badui tidak tahu menahu mengenai dirinya nan merupakan seorang raja. Sementara itu, Khalifah Harun ar-Rasyid sangat murka kepada Abu Nawas dan mau segera menghukumnya.

4. Cerita Abu Nawas dan pengadil nan tamak

Pada suatu hari datang seorang wanita tua dan gembel ke rumah Abu Nawas untuk mengadukan masalah mereka padanya. Mereka kemudian menceritakan peristiwa nan telah menimpa mereka.

Setelah mendengar pengaduan mereka, Abu Nawas meminta mereka datang kembali kelak malam berdampingan teman-temannya dengan membawa cangkul, kayu, kapak, martil, dan batu.

Wanita tua dan pemuda gembel itu merasa heran dengan pesan Abu Nawas. Namun, mereka begitu percaya kepada Abu Nawas. Mereka percaya Abu Nawas dapat memecahkan persoalan nan mereka alami. Abu Nawas selalu memihak orang nan lemah. Mereka percaya lantaran mereka berada di pihak nan benar.

Pada malam harinya, wanita tua dan pemuda gembel datang berdampingan teman-temannya. Jumlah mereka sangat banyak. Mereka datang sembari membawa benda-benda nan diminta Abu Nawas. Mereka berkumpul di depan rumah Abu Nawas menunggu perintah selanjutnya. 

Abu Nawas silam menyuruh mereka untuk menghancurkan rumah Pak Hakim. Abu Nawas melarang mereka berhujung jika rumah itu belum betul-betul hancur. Semua orang keheranan mendengar perintah Abu Nawas. Namun, mereka tetap menuruti perintah itu. 

Orang-orang itu segera pergi menuju rumah Pak Hakim. Mereka berteriak-teriak sembari menghancurkan rumah Pak Hakim. Penduduk nan tinggal di sekitar rumah Pak Hakim tampak kebingungan. Mereka bertanya-tanya apa nan sedang terjadi. 

Penduduk pun berupaya mencegah perbuatan orang-orang itu. Namun, mereka tak mau berhujung melakukan pengrusakkan. Penduduk akhirnya hanya pasrah dan membiarkan mereka melakukan keinginannya.

Pak Hakim terkejut memandang banyak orang mau merusak rumahnya. Pak Hakim segera keluar dari rumahnya dan menemui orang-orang itu. Pak Hakim sangat marah. Ia menanyakan siapa nan menyuruh merusak rumahnya. Mereka pun memberi tahu Pak Hakim bahwa mereka hanya disuruh oleh Abu Nawas. 

Setelah menjawab pertanyaan Pak Hakim, mereka bukannya berhenti, malah terus menghancurkan rumah tersebut hingga roboh dan rata dengan tanah. Pak Hakim tak berkekuatan melawan para perusak rumahnya. Jumlah mereka terlalu banyak.

Hatinya sangat dongkol lantaran tidak ada orang nan membelanya. Ia pun berambisi bakal melaporkan kejadian ini kepada Raja. 

Keesokan harinya, Pak Hakim pergi ke istana untuk mengadukan kejadian semalam kepada sang Raja. Ia mau Raja memutuskan perkara ini dengan bijaksana. Raja pun memerintahkan prajurit untuk memanggil Abu Nawas. 

Prajurit kerajaan segera menangkap dan membawa Abu Nawas ke istana. Abu Nawas memang sudah tahu bakal dipanggil oleh Raja. Ia sudah mempersiapkan diri jika ditanya oleh Sang Raja. Ia pun bersikap sangat tenang. 

Raja menanyakan apakah Abu Nawas nan menyuruh orang-orang untuk merusak rumah Pak Hakim. Abu Nawas mengakui perbuatannya itu tanpa rasa takut sedikit pun. Raja bertanya kenapa dia melakukannya.

Abu Nawas silam menjelaskan kepada Raja. Pada suatu malam, Abu Nawas bermimpi. Di dalam mimpi itu, Pak Hakim menyuruh Abu Nawas untuk menghancurkan rumahnya. Pak Hakim menginginkan rumah nan lebih besar dan lebih indah. Karena mimpi itulah maka Abu Nawas menghancurkan rumah Pak Hakim. 

Raja merasa heran. Raja menanyakan apakah ada patokan nan memperbolehkan seseorang melaksanakan perintah dari dalam mimpi. Dengan tenang Abu Nawas menjawab bahwa dia menjalankan patokan nan dibuat oleh Pak Hakim sendiri.

Wajah Pak Hakim seketika menjadi pucat mendengar jawaban Abu Nawas. Ia terkenang bakal perbuatannya kepada seorang pemuda belum lama ini. 

Raja menanyakan apakah betul Pak Hakim telah membikin patokan seperti itu. Pak Hakim tidak menjawab. Tubuhnya gemetaran lantaran rasa takut. Ia sadar telah melakukan kesalahan.

Raja pun bingung dengan sikap pengadil tersebut. Raja meminta Abu Nawas untuk menjelaskan kejadian nan sebenarnya. 

Abu Nawas silam menceritakan kejadian nan sebenarnya. Pada suatu malam, seorang pemuda kaya bermimpi kawin dengan anak Pak Hakim. Di dalam mimpi dia bayar mas kawin agak banyak. Pak pengadil mendengar buletin mimpi itu, dia segera mendatangi si Pemuda dan meminta mas kawin anaknya.

Tentu saja pemuda itu tak mau bayar mas kawin hanya lantaran mimpi. Namun, Pak Hakim merampas semua kekayaan milik pemuda itu. Pemuda itu menjadi seorang gembel dan akhirnya ditolong oleh seorang wanita tua. 

Raja sangat terkejut mendengar cerita Abu Nawas. Ia memerintahkan Abu Nawas untuk memanggil si Pemuda. Raja mau membuktikan bahwa Abu Nawas tidak berbohong.

Abu Nawas memang sudah menyuruh pemuda itu menunggu di depan istana. Abu Nawas segera memanggil pemuda itu ke hadapan Raja. Raja meminta pemuda itu menceritakan kejadian nan dialaminya. Ternyata, cerita pemuda itu sama dengan cerita Abu Nawas.

Raja sangat murka. Ia telah salah mengangkat pengadil nan serakah dan sewenang-wenang. Hakim itu dipecat dan seluruh hartanya diberikan kepada si Pemuda.

Pemuda itu sangat senang lantaran hartanya sudah kembali menjadi miliknya. Ia mau membalas kebaikan Abu Nawas nan telah menolongnya. Ia bakal memberikan sebagian hartanya sebagai hadiah. Namun, Abu Nawas menolak pemberian pemuda itu. Ia menolong dengan tanpa pamrih.

5. Cerita kocak Abu Nawas dan rumah sempit

Suatu hari ada seorang laki-laki tua datang ke warung teh. Wajahnya tampak bingung dan seperti sedang mencari seseorang. Rupanya dia sedang mencari Abu Nawas. Ia mau mengadukan masalah pelik nan sedang dihadapinya.

Ia merasa tak dapat menemukan jalan keluar dari masalah itu. Ia sudah nyaris putus asa dan tak tahu kudu melakukan apa.

Salah seorang visitor warung teh itu mau mencoba menolong. Ia menanyakan masalah nan sedang dihadapi laki-laki tua itu. Laki-laki tua itu menceritakan masalah nan dihadapinya.

Ia mempunyai rumah nan sangat sempit. Sementara dia tinggal berdampingan istri dan delapan anak-anaknya. Rumah itu terasa terlalu sempit sehingga mereka merasa tidak bahagia. Suasana rumah tidak nyaman dan tidak memberi ketenangan. 

Semua visitor warung teh itu mendengarkan cerita laki-laki tua. Namun, tak ada seorang pun nan bisa memberi saran untuk orang itu. Akhirnya mereka menyuruh orang itu pergi mencari Abu Nawas. Kebetulan letak rumah Abu Nawas tidak jauh dari warung itu. Orang itu pun pergi ke rumah Abu Nawas dan menceritakan masalahnya. 

Setelah laki-laki itu selesai bercerita, Abu Nawas menanyakan apakah dia mempunyai seekor domba. Jika tidak, Abu Nawas menyarankan agar dia membeli seekor domba. Ia kudu memelihara domba itu di dalam rumahnya. Orang itu menuruti saran Abu Nawas. Ia langsung pergi ke pasar hewan dan membeli seekor domba seperti nan disarankan Abu Nawas.

Beberapa hari kemudian orang itu datang lagi menemui Abu Nawas. Sekarang dia telah memelihara seekor domba di rumahnya. Namun, rumahnya justru bertambah sesak. Keluarganya merasa suasana rumah menjadi lebih jelek dibandingkan sebelum tinggal berdampingan domba. Mereka merasa sangat tersiksa. 

Abu Nawas menyarankan agar orang itu memelihara beberapa unggas di rumahnya. Orang itu menuruti saran Abu Nawas. Ia silam pergi ke pasar hewan untuk membeli beberapa ekor ayam dan itik dan dia memeliharanya di dalam rumah. 

Beberapa hari kemudian orang itu datang lagi ke rumah Abu Nawas. masalah di rumahnya menjadi semakin runyam. Setiap hari istrinya marah-marah. Anak-anaknya pun tak nyaman lagi tinggal di rumah. Orang itu semakin putus as. Ia berambisi kali ini Abu Nawas memberinya jalan keluar nan terbaik. 

Abu Nawas menyarankan agar orang itu membeli seekor anak unta dan memeliharanya di rumah. Lagi-lagi orang itu tidak membantah. Ia langsung pergi ke pasar hewan dan membeli seekor anak unta. Ia silam memelihara anak unta itu di dalam rumahnya. 

Beberapa hari kemudian dia mendatangi Abu Nawas kembali. Wajahnya semakin kusut. Masalah nan dihadapinya bertambah banyak. Ia sudah kehilangan harapan. Keadaan di rumahnya sekarang lebih mengerikan daripada hari-hari sebelumnya. Rumahnya menjadi kotor dan aroma serta penuh sesak. Ia dan keluarganya sudah tidak tahan tinggal serumah dengan binatang-binatang itu. 

Abu Nawas menyarankan agar orang itu menjual anak unta miliknya. Orang itu segera melaksanakan saran Abu Nawas. Ia langsung menjual anak unta nan ada di rumahnya. 

Beberapa hari kemudian Abu Nawas pergi ke rumah orang itu. Ia mau memandang keadaan mereka sekarang. Orang itu tampak tersenyum ketika menemui Abu Nawas. Orang itu bercerita bahwa keadaan merek sekarang lebih baik lantaran anak unta itu sudah tidak ada.

Rumahnya tidak terasa mengerikan lagi. Mereka merasa lebih bahagia. Abu Nawas silam menyarankan untuk menjual unggas-unggasnya. Orang itu menuruti saran Abu Nawas. Ia pergi ke pasar hewan dan menjual unggas-unggasnya. 

Beberapa hari kemudian, Abu Nawas kembali memintanya untuk menjual domba milikmya ke pasar hewan. Orang itu pun menjalankan saran Abu Nawas. Ia segera pergi ke pasar hewan untuk menjual domba miliknya. 

Beberapa hari kemudian Abu Nawas mengunjunginya lagi. Orang itu menemui Abu Nawas dengan wajah berseri-seri. Ia mengatakan bahwa rumahnya sudah tidak penuh sesak lagi. Ia dan keluarganya merasa rumah itu bertambah luas lantaran binatang-binatang itu sudah tidak tinggal berdampingan mereka lagi. 

Abu Nawas menjelaskan sebuah rahasia. Sebenarnya pemisah sempit dan luas itu ada dalam pikiran. Rahasianya ada pada rasa syukur kita. Bersyukurlah atas nikmat dari Tuhan maka Tuhan bakal menanam keluasan dalam hati dan pikiran kita. 

Laki-laki tua itu tersenyum mendengar penjelasan Abu Nawas. Ia menyadari kesalahannya selama ini. Ia dan keluarganya tak pernah berterima kasih atas nikmat nan diberikan Tuhan kepada mereka. Kini dia berdampingan istri dan delapan anaknya dapat hidup berbahagia walaupun rumah mereka tidak lebih besar.

Namun, bagi mereka sekarang rumah sempit itu terasa luas. 

6. Kisah jenaka Abu Nawas dan ibu nan sebenarnya

Pada suatu hari, ada dua orang wanita nan berantem di dekat rumah Abu Nawas. Dua wanita itu saling berteriak dan menyerang lawannya. Salah satu wanita itu menggendong seorang bayi. 

Keributan ini mengundang kerumunan warga. Warga pun mau tahu apa penyebab pertengkaran mereka. Ternyata dua wanita itu sedang memperebutkan bayi nan sedang digendong oleh salah satu di antara mereka. Keduanya mengaku sebagai ibu dari bayi itu. Pertengkaran ini tak bisa dilerai lantaran tidak ada penyelesainnya. 

Kasus perebutan bayi ini akhirnya diserahkan kepada Hakim. Namun, pengadil mengalami kesulitan untuk memutuskan wanita mana nan merupakan ibu bayi itu. Dua wanita itu sama-sama bersikeras bahwa bayi itu adalah anaknya.

Hakim itu akhirnya menghadap Raja untuk meminta bantuan. Raja pun mencari langkah untuk menentukan ibu bayi nan sebenarnya. Raja pun berbincang kepada dua wanita itu secara terpisah. Raja berbincang dengan langkah nan sangat lembut agar mereka mengaku. Namun, langkah nan ditempuh Raja tak membuahkan hasil apa-apa. Kedua wanita itu justru semakin mati-matian mengaku sebagai ibu dari bayi itu. 

Raja nyaris putus asa. Masalah ini kudu segera diputuskan lantaran menyangkut nasib seorang bayi. Raja silam ingat Abu Nawas. Selama ini Baginda sering meminta support Abu Nawas untuk memutuskan perkara nan sulit.

Abu Nawas pun dipanggil ke istana untuk menghadap sang Raja. Raja menceritakan peristiwa nan terjadi. Raja meminta Abu Nawas untuk menyelesaikan masalahnya. Raja memberi waktu satu hari kepada Abu Nawas untuk memikirkan jalan keluarnya. 

Keesokan harinya, Abu Nawas datang ke istana. Raja sudah mengundang dua wanita nan berebut bayi. Banyak masyarakat nan datang mau menyaksikan penyelesaian kasus ini. Semua nan datang menunggu dengan hati berdebar-debar. Mereka mau masalah ini segera diputuskan.

Abu Nawas memerintahkan agar bayi itu diletakkan di atas meja. Lalu Abu Nawas memanggil pengeksekusi untuk maju ke depan. Algojo itu membawa pedang di tangannya. Wajah kedua wanita itu tampak khawatir. Tatapan mata mereka tertuju kepada bayi nan diletakkan di atas meja. 

Abu Nawas bertanya kepada kedua wanita tersebut mengenai siapa ibu bayi nan sebenarnya. Bayi ini kudu berdampingan ibunya nan asli. Salah satu dari mereka bukan ibunya kudu mengalah. Namun, keduanya tidak ada nan mau mengalah. Masing-masing tak bakal mau menyerahkan bayi itu kepada orang lain. 

Abu Nawas memutuskan bakal mengabulkan kemauan kedua wanita itu dengan langkah nan adil. Ia bakal menyuruh pengeksekusi untuk membelah bayi ini menjadi dua. Jadi masing-masing bakal mendapatkan bagian nan sama. Abu Nawas pun minta persetujuan kepada kedua wanita itu. Semua orang nan datang tercengang. Bagaimana mungkin seorang bayi dibelah menjadi dua.

Wanita pertama tampak senang. Akhirnya masalah ini dapat diselesaikan dengan adil. Mereka bakal sama-sama mendapat bagian nan seimbang. Ia pun menyetujui usul Abu Nawas.

Sementara wanita kedua langsung menangis meronta-ronya. Ia menjerit-jerit histeris. Ia meminta agar Abu Nawas tidak membelah bayi itu. Ia bakal menyerahkan bayi itu seutuhnya kepada wanita pertama. Ia rela bayi itu dirawat oleh wanita itu. 

Abu Nawas tersenyum lega. Sekarang dia sudah tahu siapa ibu bayi nan sebenarnya. Abu Nawas segera mengambil bayi itu dan menyerahkannya kepada wanita kedua. Tak ada ibu nan tega membiarkan anaknya disembelih.

Ibu itu sangat berterima kasih dan berterima kasih kepada Abu Nawas. Wanita nan setuju anaknya disembelih pastilah bukan ibu nan sebenarnya. Abu Nawas silam memerintahkan agar wanita pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya.

Raja merasa puas dengan keputusan Abu Nawas. Warga nan ikut menyaksikan kejadian ini pun ceria lantaran bayi itu sudah kembali pada ibunya. Sekali lagi Abu Nawas membuktikan kecerdikan dan kepadaiannya. Raja pun mau mengangkat Abu Nawas menjadi penasehat kerajaan.

Namun Abu Nawas menolak. Ia mau tetap menjadi rakyat biasa saja. 

7. Cerita jenaka Abu Nawas, istana raja hancur lantaran lalat

Abu Nawas tertunduk sedih saat mendengar perkataan istrinya. Tadi pagi, atas perintah langsung dari Raja, beberapa pengawal kerajaan membongkar dan menggali rumahnya dengan paksa.

Istrinya memberitahukan Abu Nawas bahwa perintah untuk menggali rumahnya itu disebabkan lantaran Raja bermimpi di bawah rumah Abu Nawas terdapat emas dan permata nan tak ternilai harganya.

Tetapi setelah digali, rupanya emas dan permata itu tidak ditemukan, nan membikin Abu Nawas jengkel dan bersungkawa adalah Raja tidak meminta maaf kepadanya. Bahkan tidak ada tukar rugi atas kerusakan nan telah dibuat orang-orang kerajaan.

Lama Abu Nawas berpikir, tapi belum juga dia menemukan langkah untuk membalas perbuatan Raja. Makanan nan dihidangkan oleh istrinya tidak dimakan, lantaran nafsu makannya hilang. Malam pun tiba, tapi Abu Nawas tetap tidak beranjak dari tempatnya semula. Keesokan harinya, Abu Nawas memandang lalat-lalat mulai menyerbu makanan Abu Nawas nan sudah basi. Tiba-tiba dia tersenyum gembira. 

Abu Nawas berbincang pada istrinya, “Tolong ambilkan kain penutup makananku dan sebatang besi.”

“Untuk apa?” tanya istrinya bingung. “Aku bakal membalas perbuatan Raja nan seenaknya merusak rumah kita.” jawab Abu Nawas. 

Dengan wajah berseri-seri, Abu Nawas berangkat menuju istrana. Tiba di istana, Abu Nawas memberi salam hormat dan berbincang kepada Raja, “Maaf Raja, saya menemuimu untuk mengadukan perlakukan tamu-tamu nan tak diundang. Mereka memasuki rumahku tanpa izin dan berani menyantap makananku.”

“Siapakah tamu-tamu nan tak diundang itu, wahai Abu Nawas?” tanya sang Raja. 

“Lalat-lalat ini, Raja,” kata Abu Nawas sembari membuka penutup piringnya. “Kalau bukan kepadamu, kepada siapa lagi saya kudu mengadukan ketidakadilan ini?” lanjut Abu Nawas.

“Keadilan seperti apa nan Anda inginkan dariku?” tanya Raja.

“Aku hanya mau mendapatkan izin tertulis dari Raja untuk bisa menghukum lalat-lalat ini,” jawab Abu Nawas. 

Meskipun terdengar aneh, tapi Raja tidak bisa menolak permintaan Abu Nawas, lantaran saat itu para menteri sedang berkumpul di istana. Raja merasa malu jika menolak permintaan rakyatnya. Dengan terpaksa, Raja akhirnya membikin surat izin nan isinya membolehkan Abu Nawas untuk memukul lalat-lalat itu di mana pun mereka hinggap.

Tanpa menunda-nunda lagi, Abu Nawas segera mengusir lalat-lalat dari piringnya. Lalat-lalat itu terbang dan hinggap disana-sini. Dengan tongkat besi nan sudah sejak tadi dibawanya dari rumah, Abu Nawas mulai mengejar dan memukul lalat-lalat itu. 

Seekor lalat hingga di kaca, Abu Nawas pun memukul kaca itu hingga pecah. Begitu pun dengan lalat-lalat lain nan menempel di vas kembang dan patung hias. Abu Nawas memukulkan tongkat besinya ke segala arah, sehingga sebagian perabotan istana hancur.

Bahkan, Abu nawas nekad memukul lalat nan kebetulan hinggap di guci sang Raja. Raja pun tidak bisa melakukan apa-apa selain menyadari kesalahannya lantaran telah merusak rumah Abu Nawas dan keluarganya.

Setelah merasa puas, Abu Nawas pun pamit pulang. Kini barang-barang kesayangan Raja telah hancur. Bukan itu saja, Raja juga merasa malu. Ia sadar sungguh kelirunya melakukan semena-mena kepada Abu Nawas.

Abu Nawas yag selalu kocak dan sering menghibur banyak orang itu, rupanya bisa sangat marah kepada orang nan mengganggunya. Sementara itu, Abu Nawas pulang dengan emosi lega. Ia sudah tidak sabar mau bercerita kepada istrinya di rumah tentang apa nan baru saja dia lakukan di istana.  

Itulah, Bunda, 7 kisah Abu Nawas nan paling terkenal dan banyak mengandung pesan moral nan dapat diajarkan pada anak-anak. Melalui cerita dongeng, anak-anak bakal lebih mudah untuk menangkap nilai-nilai kehidupan dan pesan moral di dalamnya untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Semoga kisah-kisah inspiratif dari Abu Nawas di atas dapat bermanfaat, ya!

Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(rap/rap)

Selengkapnya
Sumber Info Kesehatan Kincaimedia
Info Kesehatan Kincaimedia