– Di antara pertanyaan nan sering diajukan adalah siapa fakir miskin dalam konteks saat ini?. Hal ini krusial untuk diketahui lantaran berangkaian dengan penyaluran zakat, di mana amal wajib disalurkan kepada orang-orang nan berkuasa menerimanya.
Sebuah pertanyaan nan pada saat mau mendistribusikan amal selalu menjadi perdebatan, ialah “bagaimanakah pengertian fakir dan miskin dalam konteks saat ini?” Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa, seorang miskin adalah mereka nan pengeluarannya tidak seimbang dengan pemasukannya. Artinya, pengeluarannya lebih besar daripada pendapatan.
Definisi ini senada dengan arti nan diungkapkan ulama-ulama lain. Dengan demikian, boleh jadi orang nan mempunyai kekayaan banyak disebut miskin lantaran kebutuhannya lebih besar dari kekayaan nan tersedia. Sedangkan fakir adalah orang nan lebih parah kondisi ekonominya dibandingkan orang miskin. Di dalam kitab Mughniy al-Muhtaj dinyatakan:
قَالَ الْغَزَالِيُّ فِي الْإِحْيَاءِ الْمِسْكِينُ هُوَ الَّذِي لَا يَفِي دُخَلُهُ بِخَرجِهِ فَقَدْ يَمْلِكُ أَلْفَ دِينَارٍ وَهُوَ مِسْكِيْنٌ وَقَدْ لَا يَمْلِكُ إِلَّا فَأَسًا وَحَبْلاً وَهُوَ غَنِيٌّ وَالْمُعْتَبَرُ فِي ذَلِكَ مَا يَلِيقُ بِالْحَالِ بِلا إِسْرَافٍ وَلَا تَقْتِيرٍ.
Artinya: “Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’-nya mengatakan bahwasanya orang miskin adalah orang nan mencukupi pengeluarannya penghasilannya (kebutuhannya), terkadang dia mempunyai seribu dirham sementara dia miskin, dan terkadang mempunyai kapak dan tali sementara dia orang kaya. Dalam perihal demikian, nan perlu diperhatikan adalah nan layak dengan keadaannya tanpa adanya israf (menghambur-hamburkan harta) dan terlalu hemat.”
Begitu juga dalam kitab Al-Iqna’ dijelaskan:
الإقناع للشربيني: ج ١، ص ٢٣٠
وَسَكَتَ الْمُصَنِّفُ عَنْ تَعْرِيفِ هَذِهِ الْأَصْنَافِ وَأَنَا أَذْكُرُهُمْ عَلَى نَظْمِ الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ فَالْأَوَّلُ الْفَقِيرُ وَهُوَ مَنْ لَا مَالَ لَهُ وَلَا كَسْبَ لَائِقٌ بِهِ يَقعُ جَمِيعُهُمَا أَوْ مجمُوْعُهُما مَوْقِعًا مِنْ كِفَايَتِهِ مَطْعَمًا وَمَلْبَسًا وَمَسْكَنَا وَغَيْرُهُمَا مِمَّا لَا بُدَّ لَهُ مِنْهُ عَلَى مَا يَلِيقُ بِحَالِهِ وَحَالِ ممونِهِ كَمَنْ يَحْتَاجُ إِلَى عَشْرَةٍ وَلَا يَمْلِكُ أَوْ لَا يَكْتَسِبُ إِلَّا دِرْهِمَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٌ أَوْ أَرْبَعَةً وَسَوَاءٌ أَكَانَ مَا يَمْلِكُهُ نِصَابًا أَمْ أَقَلَّ أَمْ أَكْثَرَ وَالثَّانِي الْمِسْكِينُ وَهُوَ مَنْ لَهُ مَالُ أَوْ كَسْبٌ لَائِقٌ بِهِ يَقعَ مَوْقِعًا مِنْ كِفَايَتِهِ وَلَا يَكْفِيْهِ كَمَنْ يَمْلِكُ أَوْ يَكْتَسِبُ سَبْعَةً أَوْ ثَمَانِيَّةً وَلَا يَكْفِيهِ إِلَّا عشرة.
Artinya: “Mushannif (pengarang kitab) tidak memberikan arti terhadap golongan ini (delapan golongan nan berkuasa menerima zakat). Saya bakal menyebutkannya berasas susunan ayat.
Pertama, fakir adalah orang nan tidak mempunyai kekayaan dan pekerjaan nan layak nan dapat memenuhi kebutuhannya, baik pangan, sandang papan, dan kebutuhan nan lain nan sesuai dengan keadaannya dan orang nan dia tanggung nafkahnya, seperti seseorang nan memerlukan sepuluh dan dia tidak mempunyai alias memperoleh selain dua, tiga, dan empat dirham, entah nan dia miliki mencapai satu nishab alias kurang alias lebih.
Kedua, miskin adalah orang nan mempunyai kekayaan alias pekerjaan nan layak nan dapat memenuhi kebutuhannya dan tidak mencukupinya seperti orang nan mempunyai alias memperoleh tujuh alias delapan, tapi nan dibutuhkan adalah sepuluh.”
Demikian penjelasan mengenai siapa fakir miskin dalam konteks saat ini? Dengan memahami arti fakir miskin, diharapkan penyaluran amal dapat tepat sasaran dan membantu orang-orang nan betul-betul membutuhkan.