Anwar Usman dijatuhi hukuman pemberhentian sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) | foto: istimewa
Jakarta | IndigeNews.id,- Anwar Usman dijatuhi hukuman pemberhentian (pencopotan) sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) imbas dari putusan pemisah usia capres cawapres. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menilai, Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat.
Anwar Usman disebut terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak dalam proses pengambilan putusan pemisah usia capres-cawapres. Selain itu, tidak semestinya Anwar melibatkan diri dalam putusan tersebut, mengingat lantaran berpotensi bakal terjadi bentrok kepentingan.
"Menjatuhkan hukuman pemberhentian dari kedudukan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada pengadil terlapor," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan amar putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa (7/11/2023), petang.
Jimly mengatakan bahwa Anwar Usman terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, ialah Prinsip Ketidakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, serta Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.
"Memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2x24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan ketua nan baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujar dia.
Selain itu, Jimly menegaskan bahwa Anwar Usman tidak berkuasa untuk mencalonkan diri alias dicalonkan sebagai ketua MK sampai masa jabatannya sebagai pengadil konstitusi berakhir.
Lebih lanjut, Anwar juga tidak diperbolehkan terlibat alias melibatkan diri dalam pemeriksaan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum mendatang.
"Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat alias melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pemilihan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota nan mempunyai potensi timbulnya tumbukan kepentingan," ucap Jimly.
Atas putusan Majelis Kehormatan tersebut, terdapat pendapat berbeda (“dissenting opinion”), ialah dari personil MKMK Bintan R. Saragih.
MKMK telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap 21 laporan nan masuk. Pemeriksaan kepada pelapor dimulai dengan rapat dengan agenda penjelasan pada hari Kamis (26/10) dan berhujung dengan sidang terbuka pada hari Jumat (3/11).
Di sisi lain, pemeriksaan terhadap terlapor juga telah dirampungkan. Secara beruntun sejak Selasa (31/10) hingga Jumat (3/11) MKMK melakukan sidang tertutup kepada sembilan pengadil konstitusi nan dilaporkan.
MKMK memeriksa pengadil konstitusi sebanyak satu kali, selain Ketua MK Anwar Usman sebanyak dua kali. Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Ketua MK kudu dilakukan lebih dari satu kali lantaran Anwar Usman mendapatkan laporan terbanyak.
Adapun laporan tersebut bermunculan pasca-putusan MK nan mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 nan diajukan oleh Warga Negara Indonesia (WNI) berjulukan Almas Tsaqibbirru Re A. dari Surakarta, Jawa Tengah.
Atas putusan tersebut, Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu selengkapnya bersuara "Berusia paling rendah 40 tahun alias pernah/sedang menduduki kedudukan nan dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".
Putusan itu menjadi kontroversi lantaran dinilai memuluskan jalan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, keponakan Anwar Usman, untuk melaju sebagai bakal calon wakil presiden 2024.***(Yusvin).