Pengalaman Bunda Hamil di Jepang, Utamakan Cara Alami Termasuk saat Terpapar COVID-19

Sedang Trending 9 bulan yang lalu

Jakarta -

Ketika tinggal di negara nan jauh dari asal kita, tentu krusial bagi Bunda untuk melakukan penyesuaian terhadap budayanya agar dapat menjalani hidup dengan baik. Namun, penyesuaian tersebut pada umumnya juga memerlukan waktu.

Tak jarang, seorang diaspora bakal mengalami culture shock ketika baru tinggal di negara tersebut. Culture shock merupakan suatu emosi terkejut saat beradaptasi dengan suatu budaya nan jauh dari kebiasaan budaya negara asalnya. Hal ini juga dialami oleh seorang Bunda asal Indonesia nan tinggal di Jepang. Seperti apa kisahnya? Simak terus ya, Bunda. 

Culture shock saat mengandung di Jepang

Kisah ini datang dari seorang Bunda nan berjulukan Fauziyah Hasna. Ia merupakan seorang diaspora Indonesia nan tinggal di Jepang. Ternyata, Bunda nan tinggal di kota Hiroshima ini juga sedang hamil, Bunda. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Tentu, dia sempat mengalami culture shock dengan langkah penanganan master bakal kehamilan di negeri sakura tersebut. Kisahnya ini juga dia bagikan melalui akun TikTok pribadinya, @fauziyahhasna22. HaiBunda sudah mendapatkan izin untuk membagikan kisah ini, Bunda.

Di Jepang sendiri, rupanya dua garis biru pada tes kehamilan belum dianggap Bunda sudah pasti hamil, lho. Menurut Bunda Fauziyah, biasanya seorang Bunda di Jepang baru dapat dinyatakan mengandung jika usia kehamilan sudah mencapai 8 minggu. Selain itu,  janin juga kudu terdeteksi dengap jantungnya saat pemeriksaan USG. 

Harus mendapatkan nutrisi dan pengobatan secara alami 

Selalu mengutamakan langkah nan alami, Jepang juga tidak merekomendasikan ibu mengandung untuk mengonsumsi suplemen kehamilan apapun, Bunda. “Mereka hanya bilang, jaga pola makan yg sehat dan seimbang,” tulis ibu mengandung nan satu ini.

Lalu gimana dengan masam folat? Pada dasarnya, ibu mengandung di Jepang kudu mengonsumsi makanan nan memang mempunyai kandungan masam folat didalamnya. Jadi, tidak menggunakan suplemen untuk mendapatkan masam folat tersebut, ya. 

Saat hamil, rupanya Bunda Fauziyah juga sempat terkena penyakit COVID-19, Bunda. Ia mengaku mengalami demam tinggi saat itu. Uniknya, master tetap tidak memberikan obat lantaran menghindari terlalu banyak kimia pada tubuh ibu hamil. Sehingga, Bunda Fauziah saat itu diberikan obat herbal.

Karena mempunyai riwayat penyakit asma, Bunda nan tengah mengandung ini apalagi juga diberikan inhaler herbal. Sebab, obat asma nan biasa dia konsumsi dianggap condong kurang kondusif bagi ibu hamil. 

Ketika Bunda Fauziyah sempat mengalami demam tinggi di tengah kehamilannya, master pun memberikan dosis parasetamol nan lebih rendah. Hal ini lantaran parasetamol juga dianggap tidak begitu kondusif bagi para ibu hamil. 

Ketimbang memberikan parasetamol nan berdosis 500 miligram dan kudu diminum tiga kali sehari seperti pada umumnya, master hanya memberi Bunda Fauziyah dosis sebanyak 200 miligram. Selain itu, obat tersebut juga hanya boleh dikonsumsi satu kali dalam sehari saat tubuh sedang panas tinggi. 

Saat hamil, terutama pada trimester pertama, umum bagi para Bunda untuk mengalami mual dan muntah. Akan tetapi, di Jepang justru tidak ada susu mengandung sama sekali lho, Bunda. Hal nan terpenting, seorang ibu mengandung kudu mempunyai pola makan dengan gizi nan seimbang dan kudu mengonsumsi makanan nan alami, bukan dari susu. 

Mungkin, terdapat juga ibu mengandung nan mempunyai gigi bolong. Hal ini dapat terjadi lantaran mempunyai kalsium nan kurang, Bunda. Namun demikian, master di Jepang tidak menganjurkan para ibu mengandung untuk mendapatkan kalsium dari suplemen.

Artinya, Bunda nan sedang mengandung di Jepang kudu memperbanyak konsumsi makanan nan memang mengandung kalsium. Sebisa mungkin, mereka membikin semua pengobatan dilakukan secara alami tanpa kimia. 

Mengutamakan persalinan secara normal

Di Jepang, para master lebih menekankan agar ibu mengandung dapat melahirkan secara normal. Apabila terdapat ibu mengandung nan mempunyai mata minus, mereka tetap dianjurkan untuk melahirkan secara normal, lho. 

Sehingga, melahirkan secara caesar hanya dilakukan seumpama terdapat keadaan darurat nan membikin ibu mengandung tidak dapat melahirkan secara normal. Apapun alasannya, seorang ibu mengandung tetap kudu mau melahirkan secara normal selain mempunyai kondisi medis nan memang tidak memungkinkan. 

Di kala ibu mengandung masuk masa persalinan, rupanya mereka hanya boleh didampingi oleh satu orang, Bunda. Begitu juga dengan masa pasca melahirkan, tidak ada nan boleh menemani Bunda dan bayi saat rawat inap. Meski begitu, sang Ayah maupun family tetap diberikan kesempatan untuk menjenguk. 

Itulah beberapa culture shock nan dialami oleh Bunda Fauziyah semasa kehamilannya sebagai seorang diaspora di Jepang, Bunda.

Selain itu, apa saja ya tradisi kehamilan lainnya nan ada di 'Negeri Sakura' ini? Simak pada laman berikutnya, ya.

Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

Selengkapnya
Sumber Info Kesehatan Kincaimedia
Info Kesehatan Kincaimedia