Kultum Ramadhan; Memberikan Zakat Kepada Orang Terlilit Utang dan Kriterianya

Sedang Trending 10 bulan yang lalu

– Zakat merupakan salah satu rukun Islam nan mempunyai banyak manfaat, baik bagi pemberi amal (muzakki) maupun penerima amal (mustahik). Salah satu golongan nan berkuasa menerima amal adalah orang nan terlilit utang (gharimin). Nah berikut kultum Ramadhan tentang “Memberikan Zakat Kepada Orang Terlilit Utang dan Kriterianya“.

Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي فَرَضَ عَلىَ عِبَادِهِ الْأَغْنِيَاءِ الزَّكَاةَ لِإِعَانَةِ عِبَادِهِ الْفُقَرَاءِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ سَيّدِنَا مُحَمَّدٍ اِتَّصَفَ بِصِفَةِ السَّخَاءِ وَعَلىَ آلهِ وَصَحْبِهِ ذَوِي الْكَرَمِ وَالْجُوْدِ

Hadirin nan dimuliakan Allah

Pada lingkup keseharian kita, seringkali disentuh oleh realitas sosial di sekitar, di mana banyak masyarakat sekitar kita terlilit utang dan hidup dalam keterbatasan ekonomi. Dengan begitu, perlu melakukan refleksi berbareng mengenai pentingnya memberikan amal kepada mereka nan terlilit utang, serta merinci kriteria nan semestinya menjadi landasan dalam menentukan penerima zakat. Sehingga topik ini dapat membuka pintu hati untuk lebih peduli dan berbagi, serta sejalan dengan nilai-nilai keadilan dan kasih sayang nan Islam ajarkan.

Berikut adalah firman Allah Swt pada Surah at-Taubah ayat 60 tentang siapa saja nan berkuasa menerima zakat.

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf nan dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang nan berutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan nan diwajibkan Allah.” (Q.S. at-Taubah: 60)

Jamaah kultum Ramadhan nan dimuliakan Allah

Pada ayat ini dijelaskan tentang golongan nan berkuasa menerima amal alias biasa disebut dengan mustahik zakat. Di antaranya adalah fakir, miskin, riqab, gharim, muallaf, fi sabilillah, Ibnu Sabil, dan amil zakat. Dari depalan mustahik tersebut, saya bakal menjelaskan salah satunya saja ialah gharim.

Gharim adalah orang nan sedang terlilit utang. Menurut Ibnu Atsir dalam karyanya nan berjudul Jami’ al- Usul fii ahadis al-Rasul, bahwa gharim adalah orang nan sedang menjamin pelunasan utang orang lain, alias nan sedang dilanda kebangkrutan guna mencukupi kebutuhan hidup dalam makna tidak untuk maksiat.

Adalagi pendapat dari Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir yang menyebutkanciri karakter gharim. Iaadalah orang nan sedang menanggung biaya disebabkan ada tanggungan sengketa. Hal ini seperti halnya orang nan sedang menanggung diyat atau denda pembunuhan demi mendamaikan dua suku. Kriteria tadi juga diafirmasi oleh Imam Nawawi bahwa kategori seperti ini berkuasa menerima zakat.

Kemudian Ibnu Asyur beranggapan dalam kitabnya nan berjudul Tafsir Tahrir wa Tanwir, bahwa barangsiapa nan berzakat kepada orang nan sedang menanggung utang, sedangkan pengutang belum sanggup bayar utangnya, maka dia bakal menjadi rahmat bagi pengutang dan nan memberi utang.

Hadirin Jamaah kultum Ramadhan rahimakumullah

Lalu, gimana dengan orang nan sedang terlilit utang, namun tetap sering melakukan maksiat? Apakah tetap berkuasa menerima zakat?

Adapun syarat gharim di sini juga dijelaskan oleh Ibnu Asyur dalam kitab Tafsir Tahrir wa Tanwir masih pada penjelasan Surah at-Taubah ayat 60, bahwa orang nan berutang syaratnya adalah beriman, tidak maksiat, dan siap bertaubat atas dosa dosanya.

Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ juga menegaskan bahwa ustadz sepakat untuk tidak memberi amal pada gharim alias si pengutang nan maksiat, sebelum orang tersebut bertaubat.  Selain aspek maksiat, utang lantaran hidup boros, hedonisme, juga tidak bakal mendapatkan zakat. Sebab, Allah tidak menyukai hambanya nan suka menyebar hamburkan hartanya.

Sebagimana firman Allah pada surah al-Isra’ ayat 26:

إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِ ۖ وَكَانَ ٱلشَّيْطَٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورًا

Sesungguhnya orang nan suka memboroskan hartanya itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.(QS. Al-Isra’: 26)

Hadirin jamaah kultum Ramadhan nan dirahmati Allah

Salah satu sabda Riwayat Imam Muslim juga menyebut bahwa kriteria orang nan berutang nan berkuasa dibantu adalah orang mukmin. Artinya, bukan sembarang orang. Hadis itu berbunyi,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعَسِّرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِيْ الدُّنْيَا وَالآَخِرَةِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa nan menghilangkan satu kesulitan seorang mukmin nan lain dari  kesulitannya di dunia, niscaya Allah bakal menghilangkan darinya satu kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa nan meringankan orang nan kesusahan (dalam utangnya), niscaya Allah bakal meringankan baginya (urusannya) di bumi dan akhirat. (HR. Muslim)

Dalam sabda ini memang disebutkan hanya orang mukmin. Namun, dalam penjelasan lebih lanjut, bisa dipahami bahwa nan dimaksud orang mukmin adalah orang nan tidak munafik. Artinya, orang nan jika berbincang tidak berdusta, orang nan berjanji tidak mengingkari dan orang nan jika diamanahi tidak berkhianat. 

Jamaah nan dirahmati Allah

Penjelasan tadi dapat disimpulkan bahwa kategori gharim/ orang nan terlilit utang berkuasa menerima amal ketika melingkupi empat hal:

  1. Utang untuk kepentingan umum, misalnya utang untuk membangun rumah akibat terkena musibah alam.
  2. Utang disebabkan melakukan perdamaikan bentrok baik itu secara perseorangan maupun kelompok
  3. Utang untuk memenuhi kebutuhan publik baik itu individua alias kelompok, misalnya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, sedangkan hartanya belum bisa mencukupi.
  4. Utang karena menanggung utang orang lain. Misalnya orangtuanya sudah tak bisa bekerja, sedangkan mereka tetap mempunyai tanggungan utang. Akhirnya anaknya nan kudu menanggungnya.
Selengkapnya
Sumber Info Seputar Islam bincangsyariah
Info Seputar Islam bincangsyariah