– International Conference on Religious Moderation (ICROM) 2024 kembali datang dengan mengusung tema Religious Moderation and Its Responses to Humanitarian Crises. Konferensi nan diadakan untuk ketiga kalinya ini bermaksud mengeksplorasi peran moderasi beragama dalam merespons krisis kemanusiaan di beragam bagian dunia. Acara berjalan mulai 5 hingga 7 November di Merlynn Park Hotel Jakarta, DKI Jakarta, dengan menghadirkan beragam pembicara dari dalam dan luar negeri.
Plt. Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama (Kemenag), Ahmad Zayadi, menyatakan bahwa konvensi ini menjadi arena krusial bagi agama-agama untuk memberikan solusi konkret terhadap tantangan dunia nan sifatnya mendesak. “Moderasi berakidah diharapkan dapat memberikan perspektif dan pendekatan nan menyatukan, untuk merespons persoalan-persoalan kemanusiaan,” ujar Zayadi. Ia menambahkan, kepercayaan mempunyai potensi besar dalam menawarkan solusi, namun perlu pendekatan nan moderat agar dapat diterima di beragam kalangan.
Ahmad Zayadi menyebut bahwa ICROM 2024 diharapkan bisa menjadi wadah refleksi dan berbagi pengalaman bagi pemimpin agama, akademisi, serta praktisi kemanusiaan untuk bersama-sama mencari solusi. “Melalui ICROM, kita mau menunjukkan bahwa kepercayaan bukan hanya pedoman spiritual, tetapi juga bisa menjadi kekuatan untuk perdamaian dan keadilan sosial,” tambah Zayadi.
Menteri Agama RI, Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA, dijadwalkan memberikan keynote speech pada pembukaan ICROM 2024. Dalam sambutannya, Menteri Agama diharapkan bakal menekankan pentingnya moderasi berakidah dalam memelihara keselarasan sosial di tengah krisis global. Acara pembukaan ini juga bakal diwarnai penampilan solois Panji Sakti nan terkenal dengan lagu-lagu religi bertema tenteram dan spiritual, seperti “Kepada Noor,” “Jiwaku Sekuntum Bunga Kamboja,” dan “Sang Guru.”
Diskusi Panel Sesi 1 mengangkat tema besar tantangan moderasi berakidah dalam merespons krisis kemanusiaan. Panel ini dihadiri tokoh-tokoh seperti Andar Nubowo dari Maarif Institute, Muhammad Imran Khan dari Trinity College Dublin, serta Irlanadia dan Wietske Merison dari UCLA, Amerika Serikat. Mang Pi dari Nonviolent Peaceforce Myanmar juga turut datang untuk memberikan perspektif mengenai peran moderasi berakidah di wilayah konflik. Sesi ini dipandu oleh moderator Dito Alif Pratama, nan mendorong obrolan mengenai langkah kepercayaan dapat menjadi kekuatan pemersatu di tengah beragam krisis.
Panel Sesi 2 memfokuskan obrolan pada pentingnya moderasi berakidah dalam menjaga perdamaian dan stabilitas sosial. Sesi ini menghadirkan tokoh-tokoh internasional seperti Mohd Mizan bin Mohammad Aslam dari Naif Arab for Security Sciences, Riyadh, Saudi Arabia, serta Thomas Wuchte, pendiri Center for Multilateral Leadership. Ada pula kontribusi dari Muhammad Iqbal Ahnaf dari ISFORB dan Delsy Ronnie, perwakilan Nonviolent Peaceforce untuk area Asia.
Dalam Sesi 2 ini, Peter Prove, Direktur Commission of the Churches on International Affairs at World Council of Churches, memberikan pandangan secara online. Prove menekankan pentingnya kerjasama lintas kepercayaan dalam menjaga perdamaian dan menghindari bentrok di masa depan. Menurutnya, pendekatan moderasi berakidah kudu menjadi dasar dalam kerja sama kemanusiaan lintas budaya dan agama.
ICROM 2024 juga menghadirkan 70 peneliti, dan juga menghadirkan sesi-sesi obrolan golongan untuk membahas tantangan nan lebih spesifik, seperti migrasi, krisis pengungsi, serta akibat perubahan suasana terhadap kemanusiaan. Dengan menghadirkan beragam perspektif pandang, konvensi ini berupaya memperkuat posisi kepercayaan sebagai solusi inklusif dalam mengatasi persoalan dunia.
Sebagai penutup, konvensi bakal merumuskan sejumlah rekomendasi nan bakal dipresentasikan kepada pemangku kebijakan. Diharapkan hasil dari ICROM 2024 ini dapat menjadi dasar pengambilan kebijakan nan lebih humanis dan inklusif, khususnya dalam menangani krisis kemanusiaan nan melanda bumi saat ini.