– Bagaimana norma menjual produk kedaluwarsa dalam Islam? Saat ini, mencari toko alias warung di pelbagai tempat dalam negeri sudah tidak susah lagi. Sudut-sudut terpencil perkotaan telah terbangun satu apalagi puluhan toko. Tidak hanya makanan dan sayuran, peralatan apapun nan hendak dibeli sudah tersedia dan siap diperjual belikan.
Namun begitu, realita masyarakat kita justru berbalik dari konsep di atas. Segelintir dari mereka malah menjadi oknum pedagang nan tak perhatian terhadap jajakannya. Memang kesiapan nan dinginkan pembeli itu tercapai, bakal tetapi barangnya sudah tidak berbobot dan melewati pemisah penggunaaan (kedaluwarsa).
Dalam transaksi Islam tidak semua benda, makanan, minuman dan lainnya itu bisa dijadikan peralatan dagangan. Ada beberapa prinsip perdagangan nan kudu terpenuhi agar apa nan mau dijual itu sah dan legal secara syariat. Di samping memperhatikan sejumlah syarat, baik pada peralatan itu sendiri, pihak pedagang, pembeli, serta duit (tsaman).
Prinsip Mua’amalah
Syekh Utsman Syabir dalam kitab “al-madkhal ila fiqhi al-mu’amalah al-maliyyah”, laman 19 – 22, menyebut bahwa setidaknya ada enam prinsip dalam perdagangan; saling rida antar penjual dan pembeli, komitmen dalam janji dengan menyempurnakan sejumlah rukun serta beberapa syarat, tidak ada resiko, bebas riba, tidak mengandung judi, dan wajib adil.
Selain itu, beliau juga memaparkan bahwa syarat umum dalam janji jual beli adalah kudu terlepas dari empat kejelekan berupa paksaan, kekeliruan dalam peralatan dagangan, penipuan, dan kerugian.
Syarat Ma’qud ‘Alaih (Barang Dagangan)
Dilansir dalam kitab “nihayatu al-zain” karangan Imam Nawawi. Tepat pada laman 221, beliau mengatakan bahwa syarat dalam peralatan dagangan itu ada enam. Salah satunya adalah peralatan tersebut kudu bisa dimanfaatkan secara syariat. Baik faedah tersebut dirasakan secara langsung alias di kemudian hari.
والخامس: النفع بالمعقود شرعا حالا أومآلا
Artinya: Syarat nan nomer lima: adanya faedah pada peralatan dagangan alias tsaman. Baik saat ini alias nanti.
Hukum Menjual Produk Kedaluwarsa
Maka dari itu, mengingat bahwa produk kedaluwarsa nan secara kasat mata dapat membahayakan kesehatan—seperti nan disampaikan oleh mahir kedokteran—hal ini semakin memperjelas bahwa produk tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip kesehatan dan keamanan konsumen. Produk nan berpotensi merugikan konsumen secara bentuk maupun finansial tidak semestinya beredar di pasaran, mengingat adanya akibat terhadap kesehatan dan keselamatan pengguna.
Ketidakadilan nan timbul akibat peredaran produk kedaluwarsa, seperti akibat kesehatan dan potensi penipuan, menegaskan argumen kenapa produk semacam ini tidak layak untuk dikonsumsi dan dianggap tidak sah dalam prinsip perdagangan nan adil. Selain itu, kerugian nan dialami oleh konsumen menunjukkan adanya pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, nan semestinya dilindungi oleh norma dan etika bisnis.
Disebutkan dalam sebuah hadis, ketika Rasulullah Saw. ditanya oleh seorang sahabat;
أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ: عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
Artinya: perbuatan apa nan lebih baik wahai Rasulullah?. Beliau menjawab: perbuatan seseorang dengan usahanya sendiri. Dan setiap jual beli nan baik.
Kata وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ, ditafsiri oleh para ulama, misal Syekh Zakariyya al-Anshari, dengan;
لا غش فيه ولاخيانة
Artinya: tidak ada penipuan dan pengkhianatan dalam sebuah transaksi. (Fathul Mu’in, laman 317).
Secara keseluruhan, norma menjual produk nan telah melewati tanggal kedaluwarsa sebaiknya dihindari lantaran potensi risikonya terhadap kesehatan konsumen. Produk nan sudah kedaluwarsa seringkali mengalami penurunan kualitas dan berpotensi mengandung unsur rawan nan bisa menyebabkan gangguan kesehatan jika dikonsumsi.
Berdasarkan kajian norma Islam dan etika perdagangan, tindakan menjual peralatan kedaluwarsa ini bertentangan dengan prinsip keamanan dan keadilan dalam bertransaksi, di mana penjual bertanggung jawab untuk memberikan produk nan kondusif dan layak konsumsi kepada pembeli.
Lebih lanjut, dalam Islam, prinsip perlindungan konsumen sangat dijunjung tinggi sebagai corak tanggung jawab sosial dan moral. Menjual peralatan nan bisa membahayakan kesehatan bukan hanya menyalahi patokan keselamatan konsumen, tetapi juga menyalahi prinsip gharar (ketidakjelasan alias ketidakpastian) nan semestinya dihindari dalam transaksi.