Hukum Menggunakan Pompa Asi Bekas Non-Muslim

Sedang Trending 4 minggu yang lalu

Ada sebagian umat Muslim nan tetap ragu terhadap wadah-wadah jejak non-Muslim. Termasuk peralatan berupa pompa ASI jejak non-Muslim. Kebetulan, seorang muslim melahirkan tidak lama setelah non-Muslim selesai masa penyusuannya alias penyapihan. Hanya saja tetap ragu untuk menggunakan peralatan tersebut. Lalu gimana norma menggunakan pompa ASI jejak non-Muslim?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, alangkah baiknya mengetahui Pompa ASI terlebih dulu. Pompa ASI adalah perangkat nan digunakan untuk memerah Air Susu Ibu (ASI) secara manual alias otomatis. Fungsinya membantu ibu menyusui memindahkan ASI dari tetek ke dalam botol alias wadah khusus, sehingga bisa diberikan kepada bayi kapan saja. Pompa ASI sangat berfaedah bagi ibu bekerja alias ibu nan mempunyai produksi ASI berlebih, lantaran memungkinkan ASI tetap tersedia bagi bayi meskipun ibu tidak sedang bersama.

Berkenaan dengan norma menggunakan pompa ASI jejak non-Muslim, menurut norma Islam, boleh digunakan oleh seorang muslim. Karena dalam Islam membolehkan penggunaan wadah alias peralatan mereka, semisal wadah makan dan minum terlepas perdebatan di dalamnya.

[Baca juga: Arti Mimpi Menyusui Bayi]

Hal ini berangkat dari norma kehalalan menyantap makanan mereka legal sebagaimana penegasan Al-Qur’an.

وَطَعَامُ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ حِلّٞ لَّكُمۡ وَطَعَامُكُمۡ حِلّٞ لَّهُمۡۖ

Artinya: “Makanan (sembelihan) orang-orang nan diberi Kitab itu legal bagimu, dan makananmu legal (pula) bagi mereka, (QS. Al-Maidah: 5).

Dalam QS. Al-Maidah ayat 5 tersebut, Allah menyebut bahwa muslim legal mengkonsumsi makanan nan disuguhkan oleh non muslim, sebagaimana sebaliknya. Secara tidak langsung (dalalah iltizam/konsekuensi logis) menghalalkan juga penggunaan wadahnya non muslim.

Selain Al-Qur’an, dalam Hadis Nabi juga ada nan menunjukkan kebolehan menggunakan wadah non-Muslim.

 وَعَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ النَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَصْحَابَهُ تَوَضَّؤُوا مِنْ مَزَادَةِ امْرَأَةٍ مُشْرِكَةٍ 

Artinya: “Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya berwudu dari kantong air milik seorang wanita musyrik.” (HR. Bukhari, no. 337, dan Muslim, no. 682)

Dalam kitab Mughni al-Muhtaj Jili 1, laman 139, Syekh Khatib al-Syarbini menjelaskan sebagai berikut:

خَاتِمَةٌ: أَوَانِي الْمُشْرِكِينَ إنْ كَانُوا لَا يَتَعَبَّدُونَ بِاسْتِعْمَالِ النَّجَاسَةِ كَأَهْلِ الْكِتَابِ فَهِيَ كَآنِيَةِ الْمُسْلِمِينَ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – «تَوَضَّأَ مِنْ مَزَادَةِ مُشْرِكَةٍ» ، وَتَوَضَّأَ عُمَرُ مِنْ جُرِّ نَصْرَانِيَّةٍ، وَالْجُرُّ وَالْجِرَارُ جَمْعُ جَرَّةٍ، وَيُكْرَهُ اسْتِعْمَالُهَا لِعَدَمِ تَحَرُّزِهِمْ وَإِنْ كَانُوا يَتَدَيَّنُونَ بِاسْتِعْمَالِ النَّجَاسَةِ كَطَائِفَةٍ مِنْ الْمَجُوسِ يَغْتَسِلُونَ بِبَوْلِ الْبَقَرِ تَقَرُّبًا، فَفِي جَوَازِ اسْتِعْمَالِهَا وَجْهَانِ، أَخَذَ مِنْ الْقَوْلَيْنِ فِي تَعَارُضِ الْأَصْلِ وَالْغَالِبِ، وَلَكِنْ يُكْرَهُ اسْتِعْمَالُ أَوَانَيْهِمْ وَمَلْبُوسِهِمْ وَمَا يَلِي إسَافَهُمْ. أَيْ مِمَّا يَلِي الْجِلْدَ أَشَدُّ، وَأَوَانِي مَائِهِمْ أَخَفُّ، وَيَجْرِي الْوَجْهَانِ فِي أَوَانِي مُدْمِنِي الْخَمْرِ وَالْقَصَّابِينَ الَّذِينَ لَا يَحْتَرِزُونَ مِنْ النَّجَاسَةِ. وَالْأَصَحُّ الْجَوَازُ: أَيْ مَعَ الْكَرَاهَةِ أَخَذًا مِمَّا مَرَّ.

Artinya: “Penutup: Wadah-wadah milik orang musyrik, jika mereka tidak meyakini tanggungjawab menggunakan najis (seperti Ahli Kitab), maka hukumnya sama seperti wadah milik Muslim. Hal ini lantaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudu dari kantong air milik seorang wanita musyrik, dan Umar juga berwudu dari gerabah milik seorang Nasrani. Gerabah (الجرّ) dan bajan (الجرار) adalah corak plural dari kata bajan (جرة). Penggunaan wadah mereka makruh lantaran mereka tidak berhati-hati dalam menjaga kebersihan.

 Namun, jika mereka meyakini tanggungjawab menggunakan najis (seperti sebagian kaum Majusi nan mandi dengan air kencing sapi sebagai corak pendekatan diri), maka norma penggunaan wadah mereka ada dua pendapat, tergantung pada pertimbangan antara dasar norma dan kebiasaan mereka. Namun, penggunaan wadah, pakaian, dan barang nan langsung menyentuh tubuh mereka tidak dianjurkan. 

Barang-barang nan lebih langsung menyentuh kulit adalah nan paling dikhawatirkan, sedangkan wadah air mereka lebih ringan dalam pertimbangan. Pendapat ini juga bertindak pada wadah milik orang nan sering minum khamar dan tukang jagal nan tidak berhati-hati dari najis. Pendapat nan lebih kuat adalah boleh digunakan dengan catatan makruh, sebagaimana disebutkan sebelumnya.”

Dengan demikian, menggunakan pompa ASI jejak non-Muslim hukumnya boleh. Meskipun lebih baik adalah membeli nan baru. [Baca juga; Memberi Susu Formula Menjadikan Ibunya Disiksa di Neraka?]

Selengkapnya
Sumber Info Seputar Islam bincangsyariah
Info Seputar Islam bincangsyariah