– Malam Lailatul Qadar merupakan malam nan lebih mulia dari seribu bulan. Pada malam ini, Allah SWT menurunkan rahmat dan ampunan nan berlimpah. Setiap Muslim tentu mau meraih malam spesial ini. Berikut beberapa langkah meraih kesempatan mendapatkan malam Lailatul Qadar.
Setiap bulan hijriyah, pada dasarnya masing-masing mempunyai keistimewaan nan variatif. Titik keistimewaan tersebut pada umumnya lantaran memuat faktor-faktor karakter di dalamnya. Bulan Ramadhan, salah satunya, merupakan bulan agung nan kehadirannya selalu dinantikan oleh seantero umat Islam di penjuru dunia.
Sebab, bulan ini merupakan masa nan melimpah ruah segala keberkahan, ampunan, dan rahmat Allah Swt. Oleh karena itu, seyogianya bagi umat Islam untuk tidak cuek untuk mengoptimalkan serumpun ibadah pada waktu-waktu nan berbobot agung.
Ibarat pedagang, Ramadhan adalah musim nan tepat untuk meraup untung besar. Sehingga, siapapun nan bersungguh-sungguh dan berupaya keras memanfaatkan momen itu, maka dia bakal beruntung. Namun sebaliknya, jika dia lalai dan abai, serta tidak melakukan apapun, maka dia bakal rugi. Terlebih pada malam sepuluh terakhir Ramadahan, karena di antaranya terdapat malam nan banget mulia, ialah lailatul qadr. [Abu Hamid al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, 1/361]
Malam sepuluh terakhir merupakan momentum nan fenomenal. Pasalnya, pada masa itu, kebanyakan ustadz menyatakan bakal ada peristiwa luar biasa berupa lailatul qadr, malam nan lebih baik daripada seribu bulan. Hal ini sebagaimana firman Allah nan tertuang dalam QS. Al-Qadr: 1-3:
إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ ١ وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ ٢ لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ خَيۡرٞ مِّنۡ أَلۡفِ شَهۡرٖ ٣ [القدر: 1-3]
Artinya: “(1)Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Alquran) pada lailatul qadr (2) Tahukah Anda apakah lailatul qadr (3) Lailatul qadr itu adalah malam nan lebih baik daripada seribu bulan”
Secara implisit, ayat di atas telah menyematkan pesan preskriptif bagi setiap umat Islam agar menyemarakkan lailatul qadar. Selain karena terjadinya lailatul qadr, juga lantaran aspek keagungan bulan ramadhan nan secara intrinsik telah inheren dengan keberkahan dan kemuliaan, dikarenakan pada saat itu telah turun mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw. [Ibnu ‘Asyur, Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, 31/457]
Rasionalisasi dari ayat nan bermakna: “lebih baik dari seribu bulan”, pada surah al-Qadr secara eksak mendeskripsikan; bahwa pada satu bulan terdapat 30 hari, jika dilipatgandakan menjadi 1000 maka hasilnya 30.000. Jika dikonversi menjadi tahun, maka 30.000 hari setara dengan 83 tahun.
Artinya, seseorang nan menemui lailatul qadr dalam keadaan beribadah, maka satu malam itu sejatinya lebih baik daripada malam-malam sepanjang umur 83 tahun. Padahal, jika memandang realitas empirik, maka sangat minim manusia dapat sampai pada umur itu. Inilah corak karunia Allah Swt. kepada hamba-Nya dengan menjanjikan suatu momen dengan nilai nan banget fantastis.
Menyoal tentang kapan tepatnya lailatul qadar? Pada hakikatnya, tidak ada manusia nan mengerti kapan terjadinya lailatul qadar, karena ini adalah wilayah prerogatif Allah Swt., hanya Allah Swt. nan mengetahui secara absolut. Pun dengan para ulama, mereka hanya bisa berijtihad sebatas memprediksi dengan menganalisis info melalui kebenaran historis dari dalil transendental soal kapan kiranya malam itu datang.
Namun tetap, tidak ada nan tahu secara jeli kapan datangnya lailatul qadar. Nilai aksiologis di kembali rahasia tepatnya lailatul qadr oleh Allah Swt. adalah sebagai berikut:
اذ الغرض من اخفائها ان يجتهد المؤمنون في عبادة ربهم والالتجاء اليه بالدعاء و الرجاء ليالي هذا العشر الاخير من رمضان عسى ان يحظوا ببركات ليلة القدر ضمنها
Artinya: “Sebab maksud dari perahasiaan lailatul qadr adalah agar orang-orang beragama bersungguh-sungguh beragama pada Tuhannya, dan memasrahkan pada-Nya dengan bermohon dan berambisi pada sepuluh terakhir Ramadhan secara keseluruhan. Harapannya, semoga mendapatkan bagian keberkahan dari malam lailatul qadr di dalamnya.” [Abdurrahman Hasan, Al-Shiyam wa Ramadhan fi al-Sunnah wa al-Qur’an, 192]
Dimensi esoteris tentang rahasia Allah Swt. pada suatu perihal nan sifatnya gaib adalah seruan hatikecil kepada umat Islam secara representatif. Hal ini meliputi segala sesuatu sesuai dengan iradat Allah Swt., tidak terbatas pada lailatul qadr saja.
Misalnya, seperti rahasia Allah Swt. atas letak kunci ridha Allah Swt., perihal ini agar umat Islam berburu pada seluruh kebaikan kebaikan. Begitu juga letak kunci murka Allah Swt., perihal ini agar umat Islam menjauhi segala corak larangan-larangan.
Selain firman Allah, dalil otoritatif nan definitif agar proaktif pada malam sepuluh terakhir demi menggapai lailatul qadr adalah sabda Nabi Saw:
عن عائشة رضي الله عنها قالت: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا دخل العشر شد مئزره وأحيا ليله وأيقظ أهله
Artinya: “Dari Aisyah Ra. berkata: Rasulullah Saw. ketika memasuki sepuluh terakhir Ramadhan, baginda mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malam itu, dan membangunkan keluarganya.” [HR. Bukhari No. 2024]
قالت عائشة رضي الله عنها: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يجتهد في العشر الأواخر ما لا يجتهد في غيره
Artinya: “Aisyah Ra. berkata: Rasulullah Saw. meningkatkan kesungguhan ibadahnya di sepuluh hari terakhir Ramadhan, di mana perihal ini tidak baginda lakukan di hari lain.” [HR. Muslim No 1175]
Orientasi hadis-hadis di atas sangat lugas, ialah memberikan refleksi keteladanan bagi umat Nabi Saw. agar berambisi tatkala memasuki sepuluh akhir Ramadhan. Nabi Saw. melampirkan pesan kenabian kepada umatnya agar teliti dalam meraih lailatul qadr, ialah dengan antusias di sepuluh malam terakhir Ramadhan.
Seandainya Allah Swt. menyatakan terang-terangan, bahwa semua malam-malam dalam setahun berbobot sama dengan lailatul qadr, maka tentu umat Islam bakal bersungguh-sungguh dalam beragama pada setiap harinya.
Oleh karena itu, setting jatuhnya lailatul qadr pada malam sepuluh terakhir adalah corak kemurahan dan belas kasih nan diberikan Allah Swt. kepada umat Islam secara universal untuk mendapat ampunan-Nya dan selamat atas siksa-Nya; khususnya sekaliber hamba-hamba nan imannya tetap lemah, agar mereka juga turut serta bersungguh-sungguh dalam rangka menggapai lailatul qadr. [Ibnu Bathal, Syarh Shahih al-Bukhari Li Ibn al-Bathal, 4/159]
Cara meraih malam Lailatul Qadar, tentu tidak didapatkan dengan modal berpangku tangan saja. Melainkan dengan mengejawantahkan beragam ibadah, baik spiritual maupun sosial. Mayoritas master fikih berkonsensus, adalah corak rekomendasi nan sangat ditekankan agar menghidupkan malam-malam sepuluh terakhir Ramadhan.
Adapun kiat-kiat menghidupkannya beragam; Pertama, pada konteks ibadah spiritual, dapat dimanifestasikan dengan cara; memperbanyak ibadah pada malam-malamnya, seperti iktikaf, berdzikir, berdoa, membaca Alquran, dan mengajarkan wawasan religius.
Kedua, dalam konteks ibadah sosial dapat diaplikasikan dengan cara; memperbanyak berderma, mencukupi kebutuhan keluarga, menyantuni anak yatim, dan meningkatkan segala corak kebaikan kebaikan baik terhadap kerabat maupun tetangga. [Kementerian Wakaf Kuwait, Al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 30/116]
Adapun jelasnya dalam konteks ibadah spiritual, Imam Nawawi al-Bantani mengklasifikasikan jenjang ragam ibadah dalam menghidupkan malam sepuluh terakhir seperti berikut:
ومراتب إحيائها ثَلَاثَة عليا وَهِي إحْيَاء لَيْلَتهَا بِالصَّلَاةِ ووسطى وَهِي إحْيَاء معظمها بِالذكر وَدُنْيا وَهِي أَن يُصَلِّي الْعشَاء فِي جمَاعَة وَالصُّبْح فِي جمَاعَة
Artinya: “Adapun level corak ibadah dalam rangka menghidupkan sepuluh malam terakhir Ramadhan terbagi menjadi tiga tingkatan: Pertama, level paling utama adalah menghidupkan seluruh malamnya dengan memperbanyak ibadah shalat. Kedua, level sedang adalah menghidupkan sebagian besar malamnya dengan dzikir. Ketiga, level paling rendah adalah salat isya’ berjamaah dan berkeinginan untuk salat subuh berjamaah juga.” [Nawawi al-Jawi, Nihayah al-Zayn, 198]
Bagi wanita nan sedang uzur, misalnya, meskipun kondisinya melimitasi beberapa ibadah, namun mereka mempunyai kesempatan nan sama untuk meraih lailatul qadr dengan turut menghidupkan sepuluh malam terakhirnya. Adapun caranya adalah dengan menyibukkan diri memperbanyak zikir dan angan kepada Allah Swt. dengan permohonan nan sungguh serta menghambakan diri kepada-Nya.
Perempuan nan sedang menstruasi juga dianjurkan untuk mendengarkan referensi Alquran dari beragam media elektronik alias lainnya, karena nan dilarang bagi mereka adalah membaca dan menyentuh Alquran, bukan mendengarkan. Maka, mendengarkan referensi Alquran, misalnya, merupakan nilai ibadah baginya.
Alhasil, jika serangkaian ibadah (yang notabenenya diperbolehkan bagi wanita haidh) diimplementasikan secara optimal pada sepuluh malam terakhir Ramadhan, maka mereka terhitung sebagai orang-orang nan menghidupkan lailatul qadar. [Lembaga Fatwa Yordania, Dar al-Ifta’ al-‘Am al-Irdaniyah, 108]
Dengan demikian, sudah sepatutnya bagi umat Islam agar mengeskalasi atensi dan semangat dalam beragama pada sepertiga terakhir Ramadhan, malam-malam nan potensial turunnya lailatul qadar. Sebab jika dikomparasikan dengan momen-momen lain, tentu tidak bakal ada momentum bombastis nan melampaui harkat bakal kualitas lailatul qadr ini.
Oleh karena itu, umat Islam kudu memaksimalkan secara total ritual ibadah, baik ibadah vertikal maupun mendatar secara simultan, dengan angan agar sama-sama digolongkan sebagai golongan nan beruntung menjarah lailatul qadr dengan segala keistimewaannya.
Demikian pelbagai kiat alias langkah meraih kesempatan mendapatkan malam Lailatul Qadar. Semoga di Ramadhan tahun ini Allah memberikan pada kita semua kesempatan mendapatkan malam qadar, nan lebih baik dari 1000 bulan.